Kemudian, ada yang berusaha masuk kampus agar dekat dengan kalangan intelektual, dan ada yang mendekati anak muda untuk memperoleh pasokan penempur atau mereka yang berani menjadi 'pengantin'.
Ia juga menyoroti bahaya dari pola perekrutan semacam ini tak hanya berasal dari ideologi ekstrem yang dibawa, tetapi juga dari dampak psikologis negatif akibat kecanduan terhadap permainan daring.
"Kalau anak atau remaja kecanduan game online dan memperlihatkan perilaku aneh seperti tak bisa lepas dari handphone, itu adalah tangga pertama menuju masalah yang lebih serius," katanya.
Namun, Adrianus tidak percaya jika game online secara langsung disalahkan sebagai penyebab anak menjadi teroris. Menurutnya, game hanya membuat anak atau remaja menjadi lebih rapuh atau rentan terhadap kemungkinan terterpa nilai-nilai ekstremisme yang mendukung perilaku terorisme.
"Perlu interaksi lanjutan dengan pihak yang menyebarkan ideologi itu," katanya.