 
                
JAKARTA - Operasi polisi paling mematikan dalam sejarah Brasil menewaskan setidaknya 119 orang, kata pihak berwenang pada Rabu (29/10/2025). Puluhan mayat digeletakkan di jalanan, sementara jumlah korban diperkirakan masih akan meningkat.
Kepolisian negara bagian mengatakan penggerebekan yang menargetkan geng narkoba besar telah direncanakan secara menyeluruh selama lebih dari dua bulan. Operasi ini dirancang untuk menggiring tersangka ke lereng bukit berhutan, tempat unit operasi khusus sedang menunggu untuk menyergap.
“Tingginya angka kematian akibat operasi tersebut memang sudah diduga, tetapi tidak diinginkan,” ujar Victor Santos, kepala keamanan negara bagian Rio, dalam konferensi pers sebagaimana dilansir Reuters.
Kepolisian Rio mengonfirmasi 119 kematian sejauh ini, termasuk empat petugas. Para pengacara publik mengatakan jumlah akhir akan meningkat menjadi setidaknya 132 orang.
Santos mengatakan tidak ada hubungan antara kekerasan tersebut dengan acara-acara global yang akan diselenggarakan di Rio minggu depan terkait negosiasi iklim COP30 Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Warga di lingkungan Penha di Rio mengumpulkan puluhan mayat dari hutan di sekitarnya semalaman dan membariskan lebih dari 70 mayat di tengah jalan utama.
Sebuah iring-iringan sepeda motor berangkat dari lingkungan tersebut pada sore hari untuk memprotes kekerasan polisi di luar istana gubernur, tempat para demonstran berkumpul sambil melambaikan bendera Brasil yang diwarnai tanda telapak tangan merah.
Penggerebekan polisi paling mematikan di kota itu sebelum operasi pada Selasa (28/10/2025) adalah penggerebekan pada 2021 yang menewaskan 28 orang di lingkungan Jacarezinho. Pada 1992, sebanyak 111 tahanan tewas ketika polisi São Paulo menyerbu Lembaga Pemasyarakatan Carandiru untuk memadamkan pemberontakan.
Para pejabat PBB dan pakar keamanan mengkritik tingginya korban jiwa dalam operasi militer tersebut. Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan pembunuhan tersebut menambah tren penggerebekan polisi yang sangat mematikan di komunitas-komunitas terpinggirkan di Brasil.
“Kami mengingatkan pihak berwenang tentang kewajiban mereka berdasarkan hukum hak asasi manusia internasional dan mendesak penyelidikan yang cepat serta efektif,” kata badan tersebut dalam sebuah pernyataan.
Kerabat korban menggambarkan bukti eksekusi singkat, termasuk anggota badan yang terikat, luka tusuk, serta tembakan di wajah dan leher.
“Beberapa keluarga melaporkan tanda-tanda penyiksaan pada jenazah korban,” kata Guilherme Pimentel, seorang pengacara hak asasi manusia yang bekerja dengan keluarga korban di kamar mayat polisi Rio.
Gubernur Rio Claudio Castro mengatakan ia yakin mereka yang tewas dalam operasi itu adalah penjahat yang menembakkan senjata dari hutan.
“Saya rasa tidak akan ada orang yang berjalan di hutan pada hari konflik,” katanya kepada wartawan, menyebut penggerebekan itu sebagai upaya untuk memerangi “narkoterorisme.”
“Korban sebenarnya hanyalah petugas polisi,” katanya.
Pemerintah negara bagian Rio mengatakan operasi itu adalah yang terbesar yang pernah dilakukannya untuk menargetkan geng Comando Vermelho, yang mengendalikan perdagangan narkoba di beberapa favela — permukiman miskin dan padat penduduk yang terjalin di medan pesisir kota yang berbukit. Polisi mengatakan mereka telah menangkap 113 tersangka dalam operasi tersebut dan menyita 118 senjata api.
Presiden Luiz Inácio Lula da Silva terkejut mengetahui bahwa polisi Rio telah melancarkan operasi “yang sangat berdarah dan penuh kekerasan” tanpa memberi tahu atau melibatkan pemerintah federal, ujar Menteri Kehakiman Ricardo Lewandowski kepada wartawan.
Menteri tersebut mengatakan ia akan bertemu dengan gubernur Rio dan dapat menambah jumlah pejabat keamanan federal di sana.
Lula, yang kembali ke Brasília Selasa malam setelah kunjungan ke Malaysia, bertemu dengan Wakil Presiden Geraldo Alckmin dan anggota kabinet pada Rabu untuk membahas masalah tersebut, ungkap kantornya.
(Rahman Asmardika)