 
                
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa politikus Partai NasDem, Rajiv (RAJ), pada Kamis (30/10). Pemeriksaan tersebut terkait penyidikan perkara dugaan korupsi Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dan Penyuluhan Jasa Keuangan (PJK) OJK periode 2020–2023, atau yang dikenal sebagai kasus korupsi CSR BI dan OJK.
“Hari ini penyidik melakukan pemeriksaan terhadap saksi RAJ,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Kamis (30/10/2025).
Budi menjelaskan, bahwa pemeriksaan kali ini merupakan penjadwalan ulang dari agenda sebelumnya dan dilaksanakan di Kantor Polres Cirebon Kota.
“Pemeriksaan dilakukan di Kantor Kepolisian Resor Cirebon Kota,” imbuh Budi.
Rajiv, yang kini menjabat sebagai Anggota Komisi IV DPR RI, diperiksa untuk mendalami perkenalannya dengan sejumlah tersangka dalam perkara ini.
“Dalam permintaan keterangan kali ini, penyidik mendalami perkenalan RAJ dengan para tersangka dan pengetahuannya mengenai program sosial di Bank Indonesia,” jelasnya.
Sebagai informasi, KPK sebelumnya telah menetapkan dua anggota DPR RI sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyelewengan dana sosial PSBI dan PJK OJK tahun 2020–2023. Mereka adalah Heri Gunawan (HG) dari Fraksi Gerindra dan Satori (ST) dari Fraksi NasDem.
Keduanya diduga menyelewengkan dana sosial yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat menjadi kepentingan pribadi.
Dalam kasus ini, Heri Gunawan diduga menerima uang Rp15,86 miliar, yang terdiri atas Rp6,26 miliar dari BI melalui program bantuan sosial, Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan penyuluhan keuangan, dan Rp1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya.
Sementara itu, Satori diduga menerima total Rp12,52 miliar, terdiri atas Rp6,30 miliar dari BI, Rp5,14 miliar dari OJK, dan Rp1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI lainnya.
Keduanya dijerat dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain itu, para tersangka juga disangkakan melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Awaludin)