Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Menteri Hukum Minta Kodifikasi Lagu Didaftarkan ke PDLM

Tim Okezone , Jurnalis-Selasa, 04 November 2025 |20:20 WIB
Menteri Hukum Minta Kodifikasi Lagu Didaftarkan ke PDLM
Menteri Hukum dan HAM Supratman dan Pengurus ASIRI (foto: dok ist)
A
A
A

JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, mengimbau industri rekaman Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) untuk mendaftarkan seluruh hasil kodifikasi lagu karya musisi Indonesia ke Pangkalan Data Lagu dan Musik (PDLM). Tujuannya, agar perlindungan hukum terhadap karya cipta dapat semakin kuat dan terintegrasi.

"Data lagu yang terkait dengan pencipta dan performer yang telah dikodifikasi harus dilaporkan kepada Ditjen KI untuk dimasukkan dalam bank data PDLM, sehingga karya cipta ini dapat dilindungi oleh negara," ujar Supratman kepada pengurus ASIRI dalam pertemuan di Kantor Kementerian Hukum, Selasa (4/11/2025).

Menurutnya, apabila ada musisi yang telah mendaftarkan lagu dan musiknya di luar negeri, maka karya tersebut tidak boleh lagi didaftarkan ke label atau Ditjen KI di Indonesia. 

“Secara perlindungan hak cipta, seluruh karya intelektual harus terkodifikasi di Indonesia,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Umum ASIRI, Gumilang Ramdhan, menyampaikan bahwa jumlah lagu Indonesia yang telah memiliki kodefikasi saat ini mencapai 100.000 lagu, yang berasal dari sekitar 80 perusahaan industri rekaman di bawah ASIRI. Lagu-lagu tersebut sudah digunakan di berbagai platform musik digital untuk kepentingan komersial.

 

Gumilang menjelaskan, sejak berdiri pada 1978, ASIRI telah melalui perjalanan panjang industri musik nasional dari era piringan hitam, kaset, CD, hingga kini memasuki era digital dan streaming. Namun, dari 80 anggota yang terdaftar, kini hanya 40 perusahaan yang masih aktif, dan produktivitas karya baru terus menurun.

“Dulu, pencipta lagu masuk dapur rekaman bisa menghasilkan minimal 10 lagu baru. Sekarang, biasanya satu-satu, karena industri musik sudah serba digital,” kata Gumilang.

Ia menambahkan, tantangan besar industri rekaman saat ini adalah pembajakan dan peredaran musik ilegal di platform digital asing.

“Konten kami banyak dibajak di platform ilegal dari luar negeri, seperti Vietnam,” ujarnya.

Karena itu, menurut Gumilang, industri rekaman membutuhkan dukungan dari pemerintah untuk men-take down platform musik asing ilegal yang menayangkan lagu-lagu Indonesia tanpa izin atau tanpa kerja sama resmi dengan label.

“Ada Apa Ya?” Menteri Sentil LMK

 

Menteri Supratman menegaskan, pemerintah sedang membenahi ekosistem musik nasional dari hulu ke hilir, termasuk sistem collecting dan distribusi royalti agar berjalan transparan dan profesional.

Ia menyoroti lemahnya keterbukaan data dari sejumlah Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang belum menyerahkan data pencipta, lagu, dan hak terkait kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Ditjen KI.

“Kadang saya heran, kenapa LMK tidak antusias menyerahkan data lagu dan data pencipta kepada LMKN dan Ditjen KI untuk ditampung di PDLM. Ada apa ya kok berat sekali dilakukan? Padahal data ini sangat penting,” tegasnya.

Menteri menilai, industri rekaman dengan 100.000 data lagu yang sudah terkodifikasi seharusnya juga memiliki keterhubungan dengan LMK. Data tersebut diperlukan karena LMK-lah yang menerima kuasa dari para pencipta dan pemegang hak terkait untuk penarikan royalti.

“Transparansi harus dibangun dari siapa anggota LMK, karena ini menyangkut royalti. Royalti diatur undang-undang karena berkaitan dengan hak ekonomi dan hak moral pencipta, performer, dan publisher,” ujarnya.

 

Pemerintah, lanjutnya, tidak akan bertindak di luar kewenangannya dalam mengatur tata kelola ekosistem musik, termasuk yang menyangkut perjanjian internasional yang telah disepakati Indonesia.

Menjelang Sidang Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) pada Desember mendatang, Supratman juga meminta masukan dari industri rekaman untuk memperkuat proposal Indonesia dalam memperjuangkan kebijakan tarif yang lebih adil bagi platform digital.

“Pasar Indonesia besar, tapi tarif yang diterapkan masih lebih rendah dari negara-negara Asia lain. Kalau berhasil disetarakan, dampaknya akan sangat besar bagi pencipta lagu dan industrinya,” pungkasnya.

(Awaludin)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement