JAKARTA - Thailand mengatakan akan menangguhkan implementasi 'kesepakatan damai' dengan negara tetangga Kamboja terkait perbatasan yang disengketakan. Penundaan itu diumumkan Bangkok hanya dua minggu setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memimpin penandatanganannya.
Pengumuman Thailand ini muncul setelah sejumlah tentara terluka dalam ledakan ranjau darat di dekat perbatasan Kamboja di Provinsi Sisaket, kata seorang juru bicara pemerintah.
Kamboja menyatakan tetap berkomitmen pada kesepakatan tersebut, yang diharapkan membawa perdamaian abadi setelah bentrokan perbatasan yang menewaskan lebih dari 40 orang pada Juli, demikian diwartakan BBC.
Kedua belah pihak menandatangani perjanjian tersebut — yang ditolak Thailand sebagai 'kesepakatan damai' — pada Oktober dalam sebuah upacara bersama presiden AS di Malaysia.
Namun, pada Senin (10/11/2025), Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul mengatakan dalam konferensi pers bahwa ia setuju dengan keputusan yang diambil oleh para kepala pertahanan negara, dengan mengatakan bahwa "ancaman keamanan... belum benar-benar berkurang".
Menurut Bangkok Post, para prajurit tersebut terluka saat berpatroli — salah satunya kehilangan kakinya.
Sengketa perbatasan antara kedua belah pihak telah berlangsung lebih dari satu abad sejak perbatasan ditetapkan setelah pendudukan Prancis di Kamboja. Perselisihan ini telah menyebabkan sejumlah bentrokan selama bertahun-tahun, dengan bentrokan terbaru menyebabkan 300.000 orang mengungsi.
Gencatan senjata disepakati dalam beberapa hari, dan perjanjian yang ditandatangani di Malaysia — disebut 'Deklarasi Bersama oleh Perdana Menteri Thailand dan Kamboja tentang Hasil Pertemuan Mereka di Kuala Lumpur' oleh Bangkok — ditandatangani pada Oktober.
Kedua belah pihak sepakat untuk menarik senjata berat dari wilayah yang disengketakan dan membentuk tim pengamat sementara untuk memantaunya.
Langkah selanjutnya seharusnya mencakup pembebasan 18 tentara Kamboja yang ditahan di Thailand.
(Rahman Asmardika)