JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara atas kasus dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) tahun 2019-2022. Vonis dibacakan saat sidang beragendakan putusan oleh Majelis Hakim Tipikor Jakarta, Kamis (20/11/2025).
"Terdakwa satu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan dengan denda 500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," ujar Ketua majelis hakim, Sunoto saat membacakan amar putusan.
Dua terdakwa lain yaitu, Yusuf Hadi, mantan direktur komersial dan pelayanan; dan Harry Muhammad Adhi Caksono, mantan direktur perencanaan dan pengembangan dijatuhi hukjman yang sama.
"Terdakwa dua dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebesar 250 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," kata Sunoto.
"Terdakwa tiga dengan pidana penjara selama 4 tahun dan denda sebesar 250 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," pungkasnya.
Sebelumnya, tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) didakwa melakukan tindak pidana korupsi kerja sama usaha (KSU) akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) tahun 2019-2022. Ketiganya didakwa telah merugikan negara mencapai Rp1,2 triliun.
Pembacaaan dakwaan dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025). Tiga mantan Direksi ASDP yang didakwa di antaranya, Ira Puspadewi (mantan direktur utama); Yusuf Hadi (mantan direktur komersial dan pelayanan); dan Harry Muhammad Adhi Caksono (mantan direktur perencanaan dan pengembangan).
Adapun, nilai kerugian negara tersebut terdiri atas pembayaran saham akuisisi PT Jembatan Nusantara sebesar Rp892 miliar, pembayaran 11 kapal afiliasi PT JN sebesar Rp380 miliar. Adapun, nilai bersih yang dibayar ASDP kepada Ajie, Jembatan Nusantara, dan perusahaan afiliasi Rp1,272 triliun.
Selain itu, ketiga terdakwa juga dinilai melakukan perjanjian kerja sama tanpa mendahulukan persetujuan dewan komisaris hingga tidak mempertimbangkan risiko pelaksanaan kerja sama.
Jaksa mendakwa Para terdakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal-pasal tersebut mengatur mengenai perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau menyalahgunakan kewenangan karena jabatan yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.
(Fahmi Firdaus )