“Kemajuan peradaban Aceh salah satunya terlihat dari sisi numismatik. Saya sendiri mengoleksi koin-koin dari Samudera Pasai. Sejak zaman Sultan Ahmad Az-Zahir, putra Sultan Malikus Saleh, koin emas dengan inskripsi sudah dibuat. Tradisi ini berlanjut hingga masa Kesultanan Aceh Darussalam dengan koin berbahan emas, perak, dan timah yang bentuknya lebih maju dibanding kesultanan lain pada masanya. Ini adalah salah satu ekspresi budaya yang luar biasa," ucapnya.
Lebih jauh, Menbud Fadli juga menyebutkan beberapa upaya Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) untuk mengembangkan ekosistem budaya nasional, salah satunya dengan memanfaatkan Cultural and Creative Industry (CCI) melalui wisata museum.
“Di negara-negara maju, museum bisa menjadi sumber pemasukan, misalnya Museum of Modern Art (MoMA) di New York atau Museum Louvre di Paris. Sumber pemasukan museum-museum itu bukan hanya dari penjualan tiket, tapi 50 persen pendapatannya berasal dari penjualan merchandise. Ke depannya, kita bisa mengembangkan inovasi untuk memajukan industri budaya dan kreatif kita,” katanya.
Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Syiah Kuala, Mustanir menyatakan siap untuk bersinergi dengan Kemenbud untuk memajukan kebudayaan Aceh.
“Aceh memiliki posisi istimewa dalam keberagaman sosial. Kita semua memahami bahwa sejak masa kesultanan, Aceh telah menjadi titik temu berbagai bangsa dan laboratorium kebudayaan yang memadukan nilai-nilai Islami, tradisi lokal, serta keterbukaan terhadap perubahan," ujarnya.