Terkait perkembangan artificial intelligence (AI), IJTI mengambil sikap tegas. Teknologi harus diposisikan sebagai alat bantu, bukan pengganti peran manusia dalam jurnalistik.
"AI boleh membantu riset atau transkrip, tetapi empati, nurani, dan keputusan editorial tetap milik manusia. Jika hal ini hilang, kita sedang mengosongkan jurnalisme dari nilainya," ujar Herik.
Menutup refleksinya, Herik menegaskan IJTI akan terus berdiri di garis depan untuk menjaga kemerdekaan pers, meningkatkan kompetensi jurnalis, serta mengadvokasi perlindungan hukum dan kesejahteraan para jurnalis.
"Negara, aparat, dan pemilik media harus berhenti menganggap risiko liputan sebagai urusan personal jurnalis. Jurnalis televisi Indonesia tidak boleh sekadar diminta beradaptasi, tetapi juga harus dihormati dan dilindungi," tutur Herik.
IJTI mengajak seluruh jurnalis televisi untuk tetap teguh menjaga integritas. Itu karena yang dipertaruhkan hari ini bukan hanya profesi jurnalis, melainkan kepercayaan publik, kualitas demokrasi, dan masa depan bangsa.
(Erha Aprili Ramadhoni)