JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat tidak akan mengeluarkan fatwa haram terhadap pelurusan rambut atau rebonding, ojek dan prewedding. MUI menilai fatwa haram yang dikeluarkan Forum Musyawarah Pondok Pesantren Puteri se-Jawa Timur (FMP3) berlebihan.
"Ini menyangkut hal yang sangat manusiawi, jadi MUI tidak akan mengeluarkan fatwa karena memang kasusnya tidak krusial," ujar Wakil Sekretaris Komisi Fatwa, Asrorun Niam Soleh,saat berbincang dengan okezone via telepon, Rabu (20/1/2010).
Meski begitu, MUI memberikan apresiasi terhadap keputusan FMP3. "Mereka kan mengkaji dari segi agamanya saja, sedangkan kasus-kasus yang dibahas dan dikeluarkan fatwa haram itu sangat manusiawi sekali," tambahnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, fatwa haram ini keluar setelah FMP3 menggelar pertemuan ke-12, pada 13-14 Januari lalu. Beberapa keputusan yang dikeluarkan oleh FMP3, sebagai berikut:
Tidak diperbolehkan menonton film "2012", karena memandang dampak negatif yang akan ditimbulkan film ini bagi masyarakat. Hal ini didasarkan pada hukum memprediksikan kiamat yang tidak diperbolehkan menurut syariat Islam.
Sementara untuk naik ojek, tidak diperbolehkan karena berpotensi fitnah (hal-hal yang diharamkan). Terkecuali tidak terjadi ikhtilath (persinggungan badan), tidak terjadi kholwah (berkumpulnya laki-laki dan wanita di tempat sepi yang menurut kebiasaan umum sulit terhindar dari perbuatan yang diharamkan), tidak melihat aurat selain dalam kondisi dan batas-batas yang diperbolehkan syara, dan tdak terjadi persentuhan kulit.
Selanjutnya, pengharaman rebonding bagi wanita yang belum bersuami. Hukum merebonding dan pengeritingan rambut hukumnya haram kecuali bagi wanita yang sudah bersuami dengan syarat ada izin suami. Sedangkan memodifikasi rambut dengan model punk atau rasta hukumnya haram karena terdapat unsur menyerupai orang-orang fasik.
Keputusan lainnya adalah artis muslimah yang memerankan lakon menjadi wanita nonmuslim. Apabila akting yang diperankan merupakan ucapan atau perbuatan yang masih ada persinggungan antara perbuatan kafir, maka dihukum murtad jika ada motif atau indikasi pelecehan.(bul)
(Lusi Catur Mahgriefie)