SURABAYA - Majelis Ulama Indonsia (MUI) Jawa Timur meminta pemerintah membubarkan prostitusi sebelum mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Peradilan Agama tentang nikah siri.
Hal ini dikarenakan perzinahan lebih tidak bermoral dibandingkan nikah siri yang akan dipidanakan. Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchory mengatakan, apabila perzinahan dilegalkan dan nikah siri dipidanakan merupakan kebijakan yang salah.
Seharusnya, pemerintah mencarikan solusi bagaimana caranya nikah siri untuk mendapatkan surat yang sah secara hukum.
”Untuk apa kalau kawin siri dihukum, sedangkan perzinahan di lokalisasi diberi ruang dan tempat,” katanya, Selasa (23/2/2010).
Hukum pernikahan sudah diatur dalam UU No 1/1974. Ada tiga pedoman dalam UU ini yang mengatur perkawinan, waris, dan wakaf. Dalam pasal 2 ayat 1, perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan.
Menurutnya, setelah perzinahan dibuatkan RUU, baru nikah siri dilarang. Apabila ini tidak diterapkan, akan ada kebijakan yang tidak imbang dan kontra. Dia menyarankan pemerintah untuk mendengarkan pertimbangan dari beberapa pihak yang ahli agar kebijakan ini tidak merugikan.
Dalam RUU Peradilan Agama yang menjadi wacana Kementian Agama, nikah siri dianggap ilegal sehingga pasangan yang menjalani pernikahan model itu akan dipidanakan. Ada kurungan maksimal 3 bulan dan denda maksimal Rp5 juta.
Sanksi juga berlaku bagi pihak yang menikahkan atau yang dinikahkan secara siri, poligami, maupun nikah kontrak. Selain itu, setiap penghulu yang menikahkan seseorang yang bermasalah, misalnya masih terikat dalam perkawinan sebelumnya, akan dikenai sanksi pidana 1 tahun penjara.
Pegawai Kantor Urusan Agama yang menikahkan mempelai tanpa syarat lengkap juga diancam denda Rp6 juta dan 1 tahun penjara. Perkara perkawinan kontrak, dengan alasan apa pun tidak dibenarkan.
(Dadan Muhammad Ramdan)