 
                
JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Amir Syamsudin akhirnya bersuara terkait dengan polemik yang muncul antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri. Amir sendiri tidak mempermasalahkan peminjaman rumah tahanan (Rutan) TNI oleh KPK.
"Kalau rumah tahanan ada saatnya KPK boleh garang. Tapi tidak salah juga memperlihatkan diplomasinya bertemu melakukan pertemuan dengan mitra lain supaya memperjelas," kata Amir kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (26/9/2012).
Namun, hendaknya KPK melakukan pertemuan terlebih dahulu dengan mitra kerjanya seperti Komisi III untuk memperjelas maksud dan tujuan peminjaman rutan tersebut.
Sebab, menurutnya pihak Kepolisian juga masih membuka ruang bagi KPK untuk menyediakan fasilitas rutan. "Untuk itu dibicarakan lah karena ternyata rutan Polisi masih terbuka dan masih menampung," sambungnya.
Sementara itu, terkait penarikan 20 penyidik Polri yang tengah bertugas di KPK, Amir menjelaskan, sesungguhnya pihak Kepolisian tidak menutup suplai penyidik ke KPK, seperti yang telah diungkapkan oleh Kapolri beberapa waktu lalu.
"Begitu juga dengan penyidik. Sebenarnya polisi tidak menutup pintu untuk mensuplai. Penyidik tak bisa profesi dadakan. Kapolri sendiri sudah mengatakan saya akan memberikan penyidik terbaik," paparnya.
Pada kesempatan tersebut, Amir juga menganggap bahwa gagasan untuk melakukan perekrutan penyidik independen masih debatable dan tidak perlu dilakukan. Terlebih dengan kesanggupan dari pihak Kepolisian untuk menyediakan penyidik bagi KPK.
"Itu masih debatable. Kenapa tidak kita mencari yang paling mudah sementara Kapolri menyatakan siap," tandasnya.
Seperti diketahui, polemik antara KPK dan Polri kembali mencuat pasca ditemukanya indikasi korupsi dalam pengadaan simulator SIM di Korlantas Polri. Akibatnya, muncul opini politis yang kuat ketika KPK memutuskan untuk melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan TNI, serta keputusan Polri yang menarik 20 penyidiknya yang tengah bertugas di KPK.
(Rizka Diputra)