JAKARTA - Pengamat Hukum, Teuku Nasrullah, mengatakan sebelum DPR melakukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, seharusnya DPR lebih dulu membahas terkait dengan peradilan pidana.
Hal ini diungkapkan oleh Nasrullah dalam diskusi Polemik Sindo Radio di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (29/9/2012).
"Negara ini banyak sekali ahli sistem peradilan pidana. Bentuklah sistem peradilan pidana. Kedua apakah dalam konteks UU KPK perlu dikaji sistem peradilanya. Ada dua muatan yang penting. Pertama kelembagaan KPK, kedua hukum acara. Dari sudut pandang hukum acara, utamakan RUU KUHAP dulu, sebagai payung dari acara pidana," ujarnya
Saran Nasrullah tersebut dilontarkan karena tidak jarang undang-undang satu berbenturan dengan undang-undang lainnya, yang dapat berdampak pada perselisihan yang panjang. Oleh sebab itulah diperlukan pembentukan payung bagi undang-undang yang ada.
"Celakanya sering kali kita temukan UU bertentangan dengan UU lain. Maka dari itu selesaikan dulu KUHAP, baru bahas UU KPK, dan lain-lainnya. RUU KUHAP harus mengatur kontrol soal penyadapan, dan penyidikan. Ada juga kontrol terhadap bolak balik perkara. Jadi RUU KUHAP didahulukan, baru UU lain. Siapkan dulu payungnya," paparnya.
Sementara itu, Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Golkar, Nudirman Munir, tidak sepakat dengan usulan Nasrullah tersebut. Sebab menurutnya, jika DPR harus membahas RUU KUHAP terlebih dahulu, maka hal itu akan menyita waktu dan seluruh permasalahan terkait pembentukan UU tidak dapat segera diselesaikan.
"Disitu kepentingan penegak hukum terancam jika KUHAP diperbarui. Kalau KUHAP ditunggu, baru UU KPK dibenahi, alangkah kasiannya KPK ini. Kalau ditunggu mimpi indahnya Pak Teguh (Nasrullah) ini, tentu penyidik independen juga tidak akan pernah ada, keganjal terus," kata Nudirman.
(Susi Fatimah)