JAKARTA – Draf usulan revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah diserahkan oleh Komisi III DPR untuk diharmonisasi Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Setidaknya, berdasarkan dokumen ringkasan matrik perbandingan yang diperoleh, terdapat tiga isu besar perubahan RUU yang diusung oleh DPR. Pertama, dihilangkannya kewenangan KPK untuk melakukan penuntutan kasus tindak pidana korupsi. Kedua, syarat KPK melakukan penyadapan dipersulit dan ketiga pembentukan dewan pengawas KPK.
Berikut kutipan pasal lama dan perubahannya, termasuk kajian serta usulan Baleg atas perubahan RUU KPK tersebut. Perubahan pertama sudah muncul di Pasal 1 ayat 3 terkait definisi pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pada UU nomor 30, definisinya adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara pada draf RUU KPK yang baru, definisinya adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, dan penyidikan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Sistem atau lingkup pemberantasan korupsi meliputi upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penututan, hingga pemeriksaan di sidang. Rumusan RUU mereduksi salah satu elemen yakni "penuntutan". Padahal sebuah sistem tidak bisa dihilangkan salah satu elemennya. Oleh karena itu sebaiknya tetap menggunakan rumusan Pasal 1 ayat 3 UU nomor 30 tahun 2002," tulis Baleg DPR dalam usulannya, Senin (1/10/2012).
DPR tambah memperkuat soal pengurangan kewenangan penuntutan dalam pasal 6 dan 7 draf RUU tersebut. Pasal 6 ayat 3 draf RUU itu hanya menyebutkan tugas KPK adalah untuk menyelidiki dan menyidik tindak pidana korupsi.
Bahkan, dalam Pasal 7 ayat a diulangi, dimana kewenangan penuntutan KPK semakin dipersempit hanya berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan saja. "Penghilangan wewenang penuntutan dari KPK akan memperlemah peran KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi," demikian bunyi revisi RUU KPK baru itu.
Sementara, untuk masuk ke penuntutan DPR menambah ketentuan baru terhadap KPK pada Pasal 8 ayat 1 a.
"KPK berwenang memberikan saran kepada pimpinan instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang diberikan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang melaksanakn pelayanan publik untuk melakukan perubahan jika berdasarkan pengawasan, penelitian, atau penelaahan, pelaksanaan tugas dan wewenang instansi terebut berpotensi korupsi," tulis Baleg DPR.
Pada Pasal 1b, menekankan hasil pengawasan dan penelitian KPK tetap harus diserahkan kembali kepada pimpinan instansi yang dimaksud dan bukan ke pengadilan.
"Rumusan pasal ini pada dasarnya sama, tetapi mengurangi kewenangan KPK utuk mengambil alih penuntutan. Persoalannya adalah jika penyidikan yang ditujukan oleh pasal ini dilakukan untuk Kejaksaan, apakah pengambilalihan penyidikan oleh KPK akan efektif kalau pada akhirnya penuntutannya diserahkan kembali ke Kejaksaan?" tulis Baleg.
(Rizka Diputra)