JAKARTA - Partai Golkar tampaknya sudah memprediksi jika nama Ketua Umumnya Aburizal Bakrie tidak masuk dalam daftar calon presiden (capres) hasil survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI).
Menurut Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Golkar, Tantowi Yahya, penentuan nama yang masuk dalam daftar capres tersebut secara tidak langsung dipengaruhi oleh media.
"Dua contoh itu cukup. Survei itu tidak bisa dijadikan satu rujukan, kami apresiasi survei apapun dan kita mendapat survei walau belum tuntu semauanya menggambarkan sebenarnya karena ada pandangan perbedaan," kata Tantowi, kepada wartawan di DPR, Jakarta, Kamis (29/11/2012).
Tantowi mencontohkan dalam Pilkada DKI Jakarta, dimana para cendekiawan saat itu tidak ada yang memprediksi Jokowi akan menang, serta pada saat pilpres 2009 yang kebanyakan cendekiawan memlih Jusuf Kalla, tetapi pada kenyataanya dia kalah.
"Yang jelas ada calon tertentu yang jadi media darling, seperti Pak JK, Mahfud, Dahlan (Iskan) itu media darling dari opinion leader. Ya kan ada tokoh yang jadi darlingnya media ada tokohnya darlingn kelompok tertentu dan ada yang darling yang lain," terangnya.
Pada kesempatan yang berbeda, politisi Golkar lainya, Nurul Arifin berpendapat jika sumber penelitiaan dari survei tersebut adalah kelompok super minoritas yang sangat terdidik. Hal ini memperlihatkan perbedaan dengan responden yang umumnya masyarakat biasa.
"Dari sini kita dapat melihat gap atau perbedaan cita-cita dan harapan rakyat banyak dengan kelompok opinion leader yang super minoritas itu. Ada jurang yang lebar antara espektasi mereka dan rakyat," imbuhnya.
Kata dia, pilihan lembaga survei tersebut berbeda dengan pilihan yang biasanya dilakukan oleh lembaga survei lain dengan menggunakan responden publik biasa. Dimana kecenderunganya hasil survei yang pada umumnya selalu menempatkan empat nama besar yakni Megawati, Prabowo, JK dan Ical.
"Sementara di opinion leader yang muncul Mahfud MD, JK dan Sri Mulyani. Jadi saya kira kurang relevan jika hasil penelitian ini digunakan sebagai pijakan untuk mengukur suara rakyat," pungkasnya.
(Catur Nugroho Saputra)