Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Sidang Kuota Daging Sapi Mulai Seret Hatta Rajasa

Misbahol Munir , Jurnalis-Rabu, 31 Juli 2013 |08:18 WIB
Sidang Kuota Daging Sapi Mulai Seret Hatta Rajasa
Hatta Rajasa (Foto: Dok. Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Persidangan kasus suap penambahan kuota impor daging sapi yang melibatkan Presiden PKS, Lufhi Hasan Isaq mulai "menggigit" pihak lain. Tidak tanggung-tanggung besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini namanya ikut disebut dari kesaksian Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria Elizabet Liman. Maria mengatakan, penambahan kuota impor daging sapi akan diusahakan Devia Adiningrat, salah satu tersangka, berkat kedekatannya dengan Menko Perekonomian Hatta Rajasa.  
 
Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Ari Junaedi berharap skandal politik ini bisa gamblang terungkap dari persidangan selanjutnya. Soal apakah akan ada babak baru dengan keterlibatan elit partai lain, tugas hakim dan KPK yang seharusnya bisa membongkarnya lebih dalam.
 
"Yang namanya orang terkena perkara, pasti tidak rela dirinya saja yang terkena hukuman. Pasti akan menyebut pihak lain yang dianggapnya ikut terlibat. Prinsip "sijitibeh" mati sijih mati kabeh alias mati satu mati semua, sudah jamak berlaku dalam berbagai skandal politik. Yang jelas, prinsip presumption of innosence atau mengedepankan azas praduga tak bersalah harus dijunjung tinggi dalam kasus ini. Jangan sampai, tuduhan yang belum tentu benar dijadikan kebenaran," kata Ari kepada Okezone, Rabu (31/7/2013).
 
Menurut Direktur Nusakom Pratama Political Communication Consultant ini, banyak penyebutan yang masih "abu-abu" oleh para saksi-saksi dalam persidangan kasus suap penambahan kuota impor daging perlu diungkap lebih detil peranannya. Soal perananan "Engkong dari Lembang", pensuksesan kemenangan "si putih", atau bantuan "si Uban" alias "the white hair man". Belum lagi soal "fusthun" atau "jawa sharkyah".
 
"Jangan sampai kata-kata ini makin menambah perbendaharaan kata-kata berkonotasi negatif yang makin mengaburkan bahasa verbal dalam kamus komunikasi politik," jelas dia.

(Misbahol Munir)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement