Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

DPR: Penangkapan Akil Mochtar Tragedi Nasional

Rizka Diputra , Jurnalis-Jum'at, 04 Oktober 2013 |06:02 WIB
DPR: Penangkapan Akil Mochtar Tragedi Nasional
Ketua MK Akil Mochtar (Heru Haryono/Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Anggota Komisi Hukum DPR RI, Eva Kusuma Sundari mengaku terkejut dengan penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin.

Dia mengaku kecewa pimpinan sekelas MK diciduk gara-gara terindikasi menerima suap dari sengketa penyelenggaraan dua Pilkada sekaligus.

"Kita sangat menyesalkan dan syok. Sebagai lembaga hukum yang selama ini integritasnya paling tinggi dengan KPK akhirnya berantakan dengan operasi tangkap tangan terakhir ini," kata Eva saat berbincang dengan Okezone, di Jakarta, Kamis (3/10/2013) malam.

Menurut Eva, operasi tangkap tangan tersebut merupakan tragedi nasional Indonesia sebagai negara hukum. Pasalnya, benteng terakhir kepercayaan masyarakat terhadap hukum yakni MK, ikut rontok dan bahkan berpotensi memunculkan masyarakat yang anarkis.

"Ini tragedi nasional, sehingga, harus ada konvensi diantara individu-individu dari penegak -penegak hukum dan DPR untuk mencegah hal tersebut terjadi," sambungnya.

Politisi PDI Perjuangan ini mengaku sudah sejak lama mendengar selentingan kabar tidak sedap berkaitan dengan putusan-putusan kontroversial MK terhadap sengketa Pilkada.

Eva menjelaskan, PDIP turut menjadi 'korban' putusan MK, seperti pada penyelenggaraan Pilgub Bali beberapa waktu lalu, di mana Ketua MK membenarkan orang memilih ratusan kali di Desa Tugu, Kabupaten Karang Asem.

"Selain itu juga pada kasus Sumba Barat Daya, NTT. Kotak suara sudah dibawa ke MK agar dihitung ulang tetapi alasan terlambat sehari padahal waktu sidang 14 hari masih tersisa dua hari membuat pemohonnya harus dikalahkan," ungkapnya.

Menurutnya, untuk kasus-kasus sengketa Pilkada yang selisihnya tipis, putusan Ketua MK harus di-review karena ada keluhan MK menggunakan sistem lelang yang tentu jauh dari metode penegakan hukum yang mendasarkan diri pada fakta dan bukti yang ada.

"Meski kita terbentur pada aturan putusan MK yang final and binding tapi setidaknya kita sedang menyaksikan bahaya dan risiko posisi MK tanpa kontrol, sehingga check and balances tidak berlaku atau diterapkan," pungkasnya.

(Rizka Diputra)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement