 
                JAKARTA - Komisi II DPR mengaku sempat bingung menemukan solusi untuk meminimalisir praktek politik dinasti di daerah. Sampai saat ini, pembahasan RUU Pilkada pun masih menemukan hambatan yang berat.
 
Meskipun seluruh fraksi di DPR sepakat untuk menolak politik dinasti, namun belum ada usulan yang tepat untuk menjamin tidak terlanggarnya hak setiap warga negara untuk memilih dan dipilih.
 
"Politik dinasti merusak demokrasi itu sudah pasti. Masalahnya kita tidak boleh membatasi hak-hak konstitusional," kata Wakil Ketua Komisi II, Arif Wibowo di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (12/10/2013).
 
Ditegaskan Arif, ada beberapa usulan yang diajukan oleh fraksi-fraksi di DPR. Salah satunya adalah, jika ada keluarga incumbent yang maju dalam Pilkada, maka si incumbent itu harus mundur terlebih dahulu dari jabatanya.
 
Sementara politikus PDI Perjuangan ini menyarankan, seharusnya calon yang hendak maju dalam Pilkada memperkenalkan diri atau dikenalkan oleh partai politik pengusung sejak jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan pemilihan.
 
Hal itu bertujuan untuk lebih mengenalkan bakal calon kepada masyarakat. Jika dalam perjalanannya figur tersebut tidak disukai oleh masyarakat, maka partai politik pengusung bisa melakukan evaluasi dan mencari bakal calon pengganti.
 
"Problemnya ada pada rekrutmen dan seleksi, serta keterbukaan dan partisipasi masyarakat. Jika setiap calon kepala daerah sejak jauh hari diumumkan ke publik maka akan mendapat respon balik dari publik," ungkapnya.
 
(Susi Fatimah)