Mahasiswa Ubhara Gelar Bedah Film

Nurul Arifin, Jurnalis
Jum'at 17 Desember 2010 13:32 WIB
Share :

SURABAYA - Bangkitnya perfilman nasional membuat akademisi harus merespons positif. Itulah yang mendasari Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya menggelar acara bedah film.

Film yang dibedah adalah film berjudul Heart 2 Heart. Sebuah film melodrama ini dibintangi oleh Aliff Alli, Irish Bella, Arumi Bachsin, Wulan Guritno, dan bintang muda lainnya. Sebuah kisah romantis remaja penuh dengan pengorbanan ini disutradarai oleh Nayato Fio Naulalain dan diproduksi oleh Starvision Plus.

Acara bedah film ini diikuiti mahasiswa Ubhara Surabaya program studi Ilmu Komunikasi FISIP yang digelar di  Cinema 21 Royal Plaza. Menurut M Fadeli, Humas Ubhara, diharapkan dengan bedah film ini akan melahirkan para sineas-sineas muda di kalangan mahasiswa.

"Kita patut berbangga dengan kerja kreatif cendekiawan, seniman dan sineas yang telah menghasilkan karya spektakuler seperti film bertajuk Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih (KCB), Laskar Pelangi maupun Naga Bonar yang bertema kepahlawanan sehingga hasil pemutarannya sempat menduduki rating tertinggi perfilman di belantika nusantara," katanya, Jumat (17/12/2010).

Sementara itu, dalam bedah film ini, Ubhara menghadirkan Dwi PH, sineas muda asal Surabaya. Di hadapan mahasiswa, dia memaparkan, perfilman di Indonesia selalu terbentur dengan pasar. Makanya, tak jarang banyak film yang memiliki nilai edukasi tinggi namun tidak meledak di pasaran. Sebut saja film yang berjudul Sang Pencerah arahan sutradara Hanung Bramantyo. Film tersebut, sangat tinggi nilai edukasinya namun jeblok di pasaran.

Sedangkan saat ini film-film yang digemari pasar adalah film yang bernuansa horor, percintaan, kekerasan, dan seksualitas. Nilai edukasi yang  kurang akan mengancam budaya bangsa. Oleh karena itu, sebagai sineas harus banyak dipertimbangkan dampak dari film tersebut.

"Kadang para produser itu dilematis, di sisi lain harus mempertimbangkan aspek edukasi dan di sisi lain pula harus memikirkan biaya untuk pembuatan film ini tidak sedikit," kata Pria asal Jalan Jagir, Surabaya itu.

Dia juga berharap agar di Surabaya ada semacam komunitas penikmat film. Komunitas ini tidak hanya mengkritisi film-film layar lebar saja, melainkan beberapa film-film indie. Dan baik tidaknya film, katanya, tergantung oleh penonton yang cerdas sehingga bisa memilah dan memilih.

(M Budi Santosa)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya