"Seharinya kita hanya digaji Rp70 ribu, kalau lembur, kita digaji Rp80 ribu. Kalau kita tidak kerja atau hujan kita tidak digaji. Justru gaji kami yang dipotong sebesar Rp20 ribu perhari untuk makan tiga kali sehari. Memang kita tinggal makan di warung dekat kontrakan. Saya tidak tahu siapa pemiliknya itu perusahaan. Kalau penangungjawab pembangunan, Ibu Tiku saya kenal. Dia orang lapangan," ujarnya.
Syamsul juga mengaku saat menjadi pekerja dirinya tidak difasilitasi dengan BPJS. Jika sakit dia hanya disuruh ke dokter dan hanya memperlihatkan selembar surat selanjutnya perusahaan yang membayar biayanya.
"Tidak ada kartu kesehatan yang kami pegang. Kalau sakit, kita hanya disuruh ker dokter. Kita dikasih surat saja. Perusahaan yang membayarnya. Saya kerja disitu (hanggar) sebagai pasang beton dan cor saja. Saya kerja sekitar akhir tahun 2014," ungkapnya.
(Carolina Christina)