“Jangan! Jangan! Ya sudah kalau mandat ini harus kutandatangani. Mungkin aku akan meninggalkan istana, hati-hatilah engkau,’ kata Bung Karno kepadaku. Keempat jenderal itu lantas mengundurkan diri. Dan benar, itupun menjadi malam terakhirku berjumpa dengan Bung Karno,” sambung Wilardjito lagi.
Terlepas dari insiden itu, tentu publik masih kebingungan soal di mana Supersemar yang asli. Tiga versi yang kini tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) tak satu pun yang dinyatakan asli.
Versi pertama didapat dari Sekretariat Negara yang terdiri dari dua lembar dengan kop burung Garuda, diketik rapi dan di bawahnya tertera tanda tangan serta nama Soekarno. Adapun versi kedua berasal dari Pusat Penerangan TNI AD. Satu lembar itu diketik kurang rapi dan juga berkop Garuda.
Sementara versi terakhir dianggap lebih janggal. ANRI menerimanya tanpa kop dan hanya berupa salinan. Sejak lama ANRI disebutkan mencoba mencari Supersemar yang asli dengan mendatangi para keluarga saksi yang hingga kini belum menemukan titik terang.
(Misbahol Munir)