Sampai Kapan Belanda Tak Akui Proklamasi 17 Agustus?

Randy Wirayudha, Jurnalis
Jum'at 13 Maret 2015 15:56 WIB
Proklamasi 17 Agustus 45 tetap belum diakui Belanda
Share :

JAKARTA – Merefleksi 52 tahun pemulihan hubungan Indonesia dengan Belanda (13 Maret 1963), masih terasa ada duri dalam daging, apalagi hingga kini negeri tulip itu masih keukeuh soal pengakuan kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1946 – bukan 17 Agustus 1945.

Sedianya pemulihan hubungan diplomatik keduanya terjadi, tak lama setelah akhirnya Irian Barat (sekarang Papua) kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tepatnya 1 Mei 1963.

(Baca: 52 Tahun Pemulihan Hubungan Indonesia-Belanda)

Memperingati 52 tahun pemulihan hubungan ini, pihak Indonesia juga sebelumnya mendapati kabar positif, terkait Pengadilan Belanda yang memenangkan gugatan korban pembantaian di Sulawesi.

Keputusan pengadilan itu mengharuskan pemerintah Belanda menyalurkan kompensasi pada para janda dan keluarga korban pembunuhan massal di era Perang Kemerdekaan, 1945-1949.

Namun hal itu justru dirasa keliru oleh tokoh Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), Batara R. Hutagalung. Mereka menyatakan punya misi yang bukan bertujuan utama mendapatkan kompensasi dari Belanda, melainkan pengakuan Belanda terkait Proklamasi 17 Agustus ’45.

“Perlu saja jelaskan, tuntutan kompensasi dari Pemerintah Belanda terkait Agresi Militer (I dan II), bukan tuntutan utama kami. Kami tak menjadikan tuntutan kompensasi untuk 10-20 orang (keluarga korban) sebagai tujuan utama, melainkan pengakuan secara de jure Kemerdekaan 17 Agustus 1945,” papar Batara kepada Okezone via telefon, Jumat (13/3/2015).

“Mereka bersikeras pengakuan kemerdekaan kita (27 Desember) 1949, karena jika mereka mengakui akan dilematis dan fatal buat Belanda. Itu artinya mereka juga mengakui aksi polisionil pasukan Belanda jadi penjahat perang,” tambahnya.

Malah menurut Batara lagi, jika pemerintah Belanda membayar kompensasi justru jadi bentuk penghinaan buat Indonesia.

“Kalau kita hanya menuntut dan menerima kompensasi, berarti kita mengakui bahwa kita masih ada di bawah (pemerintahan) mereka sampai 1949. Lalu Presiden kita yang ke Belanda dianggap apa? Bukan dianggap Presiden artinya,” lanjut Batara.

“Soal kompensasi kita seolah-olah mengemis, buat saya itu memalukan. Semestinya upaya seperti itu dihentikan, karena seperti yang saya katakana, tujuan tuntutan kita adalah pengakuan dari mereka soal 19 Agustus ’45,” tuturnya.

(Randy Wirayudha)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya