BALI - Negara berkewajiban melindungi segenap warga negaranya tanpa terkecuali, termasuk penyandang disabilitas. Oleh karenanya, dibutuhkan payung hukum yang jelas agar bisa maksimal.
Menteri Sosial (Mensos), Khofifah Indar Parawansa mengatakan, rancangan Undang-Undang (RUU) disabilitas telah menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas), sehingga nantinya bisa menjadi acuan dan payung hukum dalam pemberdayaan penyandang disabilitas.
Menurutnya, inklusivitas dalam pembangunan pengarusutamaan gender secara eksplisit harus lebih terang, seperti gender mainstreaming dengan Instruksi Presiden (Inpres).
"Misalnya, Kementerian PU dalam pembangunan sudah memerhatikan fasilitas bagi penyandang disabilitas atau belum," ujarnya di Bali, Jumat (10/4/2015).
Kata dia, pembangunan infrastruktur yang dibangun Kementerian PU, harus memberikan fasilitas bagi penyandang disabilitas. "Misalnya, lift yang dilengkapi suara yang menginformasikan posisi di lantai berapa,” sambungnya.
Dia meminta, sekolah inklusif diperbanyak di berbagai tempat. Di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian KUKM dalam program-programnya harus ada perencaaan bagi kalangan penyandang disabiltas.
“Melalui Inpres tersebut, pembangunan nasional bagi penyandang disabilitas dimulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga perguruan tinggi agar bisa mengakses bagi mereka, baik netra, grahita, rungu dan wicara,” bebernya.
Dalam UU Disabilitas terdahulu, kata dia, lebih menitikberatkan pada penanganan penyandang disabiltas yang tentatif. Tapi kini, dalam RUU Prolegnas diharapkan diubah ke arah substantif dalam pembangunan nasional.
“Masih banyak masyarakat yang merasa malu dan aib bila memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas, sehingga mereka menutup-nutupinya, ” ujarnya.
Karena itu, para aktivis perempuan, pemerhati masalah disabilitas, serta para pihak terkait lainnya untuk saling mengingatkan pada saat pembahasan RUU penyandang disabilitas agar bisa menghasilkan regulasi yang benar-benar manfaatnya dirasakan para penyandang disabilitas.
“Saya minta pada pembahasan RUU tersebut untuk saling meningatkan agar bisa menghasilkan produk perundangan yang manfaatnya bisa dirasakan para penyandang disabilitas, ” harapnya.
Dari 12 persen penyandang disabilitas, kata dia, 82 persen berada di negara-negara berkembang yang berada pada garis kemiskinan. Mereka rentan di semua sektor kehidupan, apalagi penyandang disabilitas perempuan.
Penyandang disabilitas perempuan dari status ekonomi rendah, tidak memiliki akses kepada pendidikan dan kesehatan. Masalahnya menjadi lebih kompleks yang membutuhkan penanganan serius dari semua pihak.
“Sebanyak 7-8 juta penyandang disabilitas berusia produktif, tapi sebagian besar tidak bekerja. Kemudian, mereka dikucilkan dari pendidikan, dunia kerja, serta kehidupan masyarakat, ” tandasnya.
Saat ini kata dia, masih banyak para penyandang disabilitas mental dirantai dengan posisi jongkok dalam rentang waktu bertahun-tahun. Karena khawatir penyandang disabilitas mental itu berkeliaran di jalan.
“Banyak laporan ke saya, terkait penyandang disabiltas yang dirantai oleh keluarganya. Sehingga saya mengutus orang agar segera menindaklanjuti untuk ditangani, ” tutupnya.
(Rizka Diputra)