Di Sittwe, protes massa dimulai sejak 5 Februari 2015. "Setiap rumah di Sittwe mengibarkan bendera Buddhis. Penduduk Sittwe menulis surat yang menolak hak pilih pemegang kartu putih," kata koordinator demonstran, Daw Nyo Aye.
Bersamaan dengan ditariknya kartu putih, orang-orang Rohingya kehilangan haknya untuk ikut dalam Pemilihan Umum (Pemilu). Sesuai referendum yang diselenggarakan pada 2008, pemegang kartu putih mendapatkan hak pilih dalam pemilu. Pembatalan dari Presiden Thein Sein menutup kesempatan orang Rohingya berpartisipasi dalam Pemilu Myanmar 2015.
Kartu putih pertama kali diluncurkan pada 1990-an oleh rezim militer sebelumnya. Pada waktu itu, pemerintah mengganti Kartu Identitas Perserikatan Myanmar (Union of Myanmar Identity Card) dengan Kartu Registrasi Nasional (National Registration Cards). Beberapa etnis yang tidak diakui pemerintah diberikan kartu putih meski sebelumnya mereka memegang Kartu Identitas Perserikatan Myanmar.
Pemegang kartu putih dilarang bepergian tanpa izin pemerintah. Mereka juga harus mendapat izin pemerintah bila ingin menikah. Selain itu, pemerintah turut andil dalam perencanaan keluarga.
(Pamela Sarnia)