JAKARTA - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman pidana penjara Wali Kota Palembang nonaktif, Romi Herton dan istrinya, Masyito. Romi divonis tujuh tahun dan Masyito divonis lima tahun penjara dengan pidana denda masing-masing sebesar Rp200 juta subsidair dua bulan kurungan.
Keduanya merupakan terdakwa kasus pemberian suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar serta kasus memberikan keterangan palsu dalam persidangan.
Pidana penjara yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi terhadap keduanya lebih berat satu tahun dibanding putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
"Hukuman ini lebih berat satu tahun daripada tingkat pertama," kata Humas Pengadilan Tinggi DKI Jakarta M. Hatta, saat dikonfirmasi, Sabtu (20/6/2015).
Menurut Hatta, vonis banding untuk Romi serta Masyito diputus pada 18 Juni 2015 dengan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Hakim Elang Prakoso Wibowo. Selain pidana penjara dan denda, lanjutnya, majelis juga menjatuhkan hukuman tambahan terkait hak politik terhadap keduanya.
"Ditambah hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dan memilih selama lima tahun. Pada tingkat pertama tidak ada hukuman tambahan pencabutan hak dipilih dan memilih," terangnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan pidana penjara selama enam tahun kepada Wali Kota Palembang nonaktif, Romi Herton, serta pidana penjara empat tahun terhadap istri Romi Herton, Masyito.
Keduanya juga dijatuhkan pidana denda sebesar Rp200 juta subsidair dua bulan kurungan. Hakim menilai keduanya telah bersalah memberikan suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar, melalui Muhtar Efendy. Keduanya juga dinilai telah memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan dengan terdakwa Akil Mochtar.
"Mengadili, menyatakan terdakwa satu, Romi Herton dan terdakwa dua, Masyito terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Ketua Majelis Hakim Much Muhlis, di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta.
Keduanya dinilai telah memenuhi unsur-unsur melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Keduanya juga divonis memberikan keterangan palsu dalam persidangan perkara mantan Ketua MK, Akil Mochtar yang telah disidang terpisah. Mereka dinilai telah melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(Susi Fatimah)