Masa kepemimpinan Iskandar Muda, Aceh menjadi menjadi pusat peradaban Islam, banyak orang dari nusantara dan negara-negara tetangga belajar ilmu agama ke sana. Sebuah pendidikan tinggi yang mengkaji berbagai ilmu pernah berdiri di Masjid Raya Baiturrahman.
Sejarah mencatat Kerajaan Aceh saat itu masuk dalam lima besar kerajaan Islam terbesar dan terkuat di dunia abad 16, bersama Kesultanan Ottoman Turki, Kesultanan Syafawiyah di Persia, dan Kesultanan Moghul di India.
Aceh disegani sebagai negara berdaulat secara budaya, militer, pendidikan dan perekonomian. Dalam mengatur sistem pemerintahannya, Kerajaan Aceh memiliki undang-undang sendiri bernama Qanun Meukuta Alam al Asyi.
Iskandar Muda juga tak pandang bulu menegakkan hukum. Dia pernah menghukum mati putranya sendiri, Meurah Pupok, karena melanggar syariat Islam dan aturan kerajaan. Meurah Pupok dikebumikan di kompleks istana yang sekarang masuk area kuburan serdadu Belanda, Kherkof.
Kata-kata Iskandar Muda yang diungkapkan kala itu yakni “Gadoh anuek meupat jeurat, gadoh adat pat tamita” (hilang anak tahu makamnya di mana, hilang adat tidak tahu harus cari di mana) kini menjadi peribahasa yang terus diagungkan di Aceh.
Sebagai bentuk penghargaan atas jasa besarnya, Pemerintah Indonesia memberi gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Iskandar Muda, dan tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana untuk mendiang sang raja Perkasa Alam, pada 14 September 2014. (raw)
(Risna Nur Rahayu)