Mencermati Orang Tidak Beribadah (Perspektif Tasawuf)

, Jurnalis
Rabu 15 Juli 2015 14:45 WIB
Ilustrasi. Dok Okezone
Share :

Jangan sampai ikhlas kita tercuri. Bukankah Iblis bisa menggoda semua manusia kecuali mereka yang ikhlas (illa ibadaka minhumul mukhlasin). Hanya mereka yang ikhlaslah yang takkan tergoda iblis. Kepada makhluk kita harus bersikap tawadhu’. Bisa jadi mereka yang bermaksiat hari ini sebenarnya dalam hati mereka tersimpan suatu rasa hina kepada Allah. Bisa jadi dalam qalbu mereka tersimpan rasa penyesalan mendalam. Kita tak pernah tahu akan kedalaman hati seseorang. Dalamnya samudera dapat diukur, dalamnya hati siapa yang tahu.

Qaul kedua yang menggelisahkan dari Ibnu Athaillah bunyinya begini “Anta ila hilmihi idza atho’tahu ahwaju minka ila hilmihi idza asoitahu” (Engkau lebih membutuhkan belas kasih Allah ketika taat daripada ketika maksiat). Qaul ini mengajarkan bahwa ketika taat, kita lebih butuh kasih Allah daripada ketika maksiat, karena sifat Allah yang membolak-balikkan hati. Dalam hidup ini pilihan hidup hanya ada dua. Kalau tidak taat ya maksiat, kalau tidak mukmin ya kafir, kalau tidak jadi orang baik ya jadi orang jahat, kalau tidak haq ya batil. Hari ini kita menjadi orang taat, mungkinkah besok ketaatan tetap kita pegang. Tahun ini kita berpuasa karena iman, mungkinkah tahun depan kita tetap berpuasa karena iman.

Kalau Allah sudah berkehendak mengubah arah hati manusia, maka taat akan diubah menjadi maksiat. Atau sebaliknya maksiat menjadi taat. Detik ini kita berpuasa, bisa jadi tahun depan kita takkan berpuasa karena meremehkan puasa. Detik ini ada orang tidak berpuasa karena meremehkan puasa, bisa jadi tahun depan orang yang tak berpuasa berubah menjadi taat berpuasa. Semuanya serba mungkin.

Karena itu benar doa yang diajarkan Nabi kita “Ya muqallibal qulub tsabbit qalbii ala diinika (Wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami atas agamamu). Setiap saat manusia dapat berubah, dari taat menjadi maksiat atau sebaliknya maksiat menjadi taat. Kita harus selalu mengharap belas kasih Allah agar tak merubah ketaatan kita menjadi kemaksiatan.

Akhirnya Qaul terakhir ini wajib kita renungkan. Pada qaul ke-49 Ibnu Athaillah berkata “la ya’dhumud danbu indaka adzamatan tasudduka an husnid dhanni billahi taala. Fainna man arafa rabbahus tasghara fii janbi karamihi dzanbahu” (jangan sampai dosa itu kau anggap besar sehingga menghalangimu berprasangka baik kepada Allah sebab siapa yang mengenal Allah akan memandang kecil dosa jika diukur dengan kemurahannya).

Maksud qaul di atas bukan berarti kita meremehkan dosa. Tapi hendaklah kita jangan menyimpulkan sesuatu yang tak kita ketahui. Berapa kadar dosa kita juga dosa orang lain, akan diampunkankah dosa kita, akan masuk surga atau nerakakah kita, kita sendiri tak pernah tahu. Namun, Allah ta’ala selalu mendahulukan rahmat anugerahnya daripada azab dan murkanya.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya