Dalam kesepakatan nuklir tersebut, Iran berjanji untuk mengizinkan pemantau internasional memeriksa fasilitas nuklirnya selama 10 tahun ke depan. Selain itu, Iran terbuka terhadap langkah-langkah lain yang dirancang untuk menjamin bahwa kegiatan energi nuklir negara itu murni untuk tujuan damai.
Resolusi DK PBB yang mengikat secara hukum, menjabarkan langkah-langkah yang diperlukan untuk pencabutan sanksi PBB. Namun, resolusi ini tidak memiliki konsekuensi hukum atas sanksi yang ditetapkan secara terpisah oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa.
“Pak Wapres mendukung kesepakatan tersebut dan juga menyampaikan bahwa semoga kesepakatan ini dapat mendorong kerjasama antara dua negara,” kata Mohammadi.
Kesepakatan itu didasarkan pada Rencana Aksi Menyeluruh Bersama (JCPOA) yang dicapai pada 14 Juli antara Iran dengan P5+1–Amerika Serikat, Inggris, Prancis, China, dan Rusia ditambah Jerman–setelah dua pekan perundingan alot di Wina, Austria. Kesepakatan tersebut menetapkan pembatasan ketat atas program nuklir Iran.
Deputi Sekretaris Wakil Presiden Bidang Politik, Dewi Fortuna Anwar, menambahkan Iran dan Indonesia tidak menunggu penandatanganan resolusi yang secara resmi mencabut sanksi ekonomi bagi Iran. “Jadi sudah mulai digarap bagaimana kerjasama di berbagai bidang direalisasikan secara cepat, karena ini sebenarnya kunci utama mengapa banyak kesepakatan yang tidak bisa direalisasikan,” kata Dewi.
(Pamela Sarnia)