JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang memperbolehkan daerah dengan calon tunggal menggelar pilkada jangan sampai dimanfaatkan petahana.
"Semoga saja ini tidak dimanfaatkan daerah yang petahana-nya terlalu powerfull sehingga praktik politik dinastinya menguat," ujarnya pengamat politik Hendri Satrio kepada Okezone, Rabu (30/9/2015).
Hendri menilai putusan MK yang akhirnya membuat daerah dengan calon tunggal bisa mengkuti pilkada serentak pada 9 Desember 2015 sebagai sesuatu yang bagus. Pasalnya, putusan tersebut telah memberi jawaban terhadap berbagai polemik pilkada serentak.
"Keputusan MK bagus untuk memberikan jawaban terhadap berbagai polemik yang terjadi saat ini di beberapa daerah yang hanya terdapat calon tunggal," pungkasnya.
Diketahui, uji meteriil terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 diajukan Effendi Gazali selaku Pemohon. Effendi menggugat Pasal 49 Ayat (8), (9), Pasal 50 Ayat (8), (9), Pasal 51 Ayat (2), Pasal 52 Ayat (2), dan Pasal 54 Ayat (4), (5), (6).
Pasal yang digugat mengatur soal syarat jumlah minimal pasangan calon dalam pilkada. Adapun pasal yang dikabulkan MK yakni Pasal 49 Ayat (9), Pasal 50 Ayat (9), Pasal 51 Ayat (2), dan Pasal 52 Ayat (2).
Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan, pengajuan uji materiil untuk Pasal 49 Ayat (9) dikabulkan sepanjang pasal tersebut bisa dimaknai. Maksudnya, KPU bisa menetapkan satu pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur peserta pemilihan dalam hal setelah jangka waktu tiga hari dimaksud terlampaui, namun tetap hanya ada satu pasangan calon. Artinya, KPU bisa menetapkan hanya satu pasang calon tersebut.
Selanjutnya, dalam Pasal 50 Ayat (9) khusus untuk pencalonan kepala daerah di kota atau kabupaten. Pada pasal tersebut disebutkan KPU Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran pasangan calon kepala daerah paling lama tiga hari setelah penundaan tahapan sebagaimana dimaksud pada Ayat (8).
Aturan itu dimaknai dengan menetapkan satu pasangan calon peserta pemilihan dalam hal setelah jangka waktu tiga hari dimaksud terlampaui, namun tetap hanya ada satu pasangan calon bupati dan calon wakil bupati serta satu pasangan calon wali kota dan calon wakil wali kota.
Kemudian dalam Pasal 51 Ayat (2), yakni berdasarkan berita acara penetapan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), KPU Provinsi boleh menetapkan paling sedikit dua pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur dengan keputusan KPU Provinsi. Aturan tersebut dapat diganti dengan KPU dapat menetapkan satu pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur dalam hal hanya terdapat satu pasangan calon.
Pasal 52 Ayat (2) yang awalnya berbunyi berdasarkan berita acara penetapan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), KPU Kabupaten/Kota bisa saja menetapkan paling sedikit dua pasangan calon bupati dan calon wakil bupati serta pasangan calon wali kota dan calon wakil wali kota dengan keputusan KPU Kabupaten/Kota. KPU bisa menetapkan satu pasangan calon dalam hal hanya terdapat satu pasangan.
(Arief Setyadi )