DEN HAAG – Hasil investigasi dari Badan Keselamatan Penerbangan Belanda menemukan beberapa kunci yang terkait insiden jatuhnya pesawat Malaysia Airlines dengan jenis penerbangan MH17. Pada 13 Oktober 2015, Badan Keselamatan Penerbangan Belanda mengumumkan hasil penyelidikan mereka.
Pesawat MH17 menewas 298 orang itu jatuh pada Juli 2014. Kebanyakan korban dari tewas di pesawat ini adalah warga Belanda, sebanyak 196 orang. Dan di bawah ini akan dijabarkan apa saja yang ditemukan dari penyelidikan Badan Keselamatan Penerbangan Belanda, dilansir dari BBC, Kamis (15/10/2015) ;
1. Pesawat MH17 ditembak jatuh oleh hulu ledak misil. Pesawat tersebut ditembak jatuh hulu ledak yang meledak tepat diluar dan atas dari posisi kiri kokpit, menyebabkan kerusakan bagian depan pesawat.
2. Indikasi penggunaan misil dengan sistem BUK. Hulu ledak yang menghantam pesawat MH17, memiliki jenis misil yang dibuat oleh Rusia dengan sistem BUK (Pelontar misil dari darat menuju udara). Kesimpulan ini diambil dari pola kerusakan yang ditemukan dalam puing-puing MH17, selain itu misil yang meledak tersebut memiliki model 9N314M sesuai dengan misil yang dimiliki sistem BUK.
3. Penumpang tidak menyadari serangan tersebut. Ledakan tersebut hanya terasa di kokpit, dari hasil penyelidikan ditemukan indikasi bahwa penumpang tidak menyadari ledakan dari misil, sehingga mereka tidak siap ketika insiden tersebut sudah terjadi.
4. Belum ditemukannya area yang spesifik dari pelontar misil. Dari hasil penyidakan masih belum ditemukan spesifik lokasi dari pelontar misil yang menembakan hulu ledak tersebut. Kalkulasi sementara sumber tembakan misil tersebut,berasal dari area seluas 320 kilometer persegi di timur Ukraina.
5. Kurangnya penilaian terhadap risiko. Maksudnya adalah tidak adanya persiapan dari Ukraina atau Malaysia, terhadap risiko kecelakaan di wilayah udara tersebut. Karena secara umum sudah diketahui bahwa wilayah tersebut sedang dalam konflik. Ukraina seharusnya menutup wilayah udara tersebut terhadap penerbangan jenis komersial. Sedangkan Malaysia dan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional, tidak memikirkan resiko untuk terbang di wilayah udara yang sedang mengalami konflik.
(Hendra Mujiraharja)