JAKARTA - Pemerintah membedakan dasar pergerakan yang dilakukan kelompok kriminal bersenjata asal Aceh pimpinan Din Minimi dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Menurut Jaksa Agung Muhammad Prasetyo dalam rapat gabungan Komisi I dan Komisi III DPR RI dengan pemerintah terkait pemberantasan terorisme, kelompok Din Minimi bukanlah kelompok separatis seperti OPM di Papua.
Aksi-aksi yang dilakukan kelompok Din Minimi, menurut Prasetyo didasari karena kekecewaan mereka terhadap pemerintah Aceh terutama mereka yang mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) karena tidak dipenuhinya janji-janji untuk meningkatkan kesejahteraan eks anggota GAM.
"Ini bentuk ketidakpuasan mereka terhadap pemerintah lokal Aceh. Tentang adanya kenyataan bahwa janji-janji mereka tidak dipenuhi, misal perhatian janda, anak yatim, pendidikan dan kesehatan enggak mereka penuhi. Makaya Din minimi ini kesal," ujar Prasetyo di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (15/2/2016).
"Ketika mereka mau kembali makanya mereka minta ampunan dan tuntutannya dikabulkan," lanjut Prasetyo.
Prasetyo menjelaskan penyelesaian kelompok Din Minimi ini diselesaikan dengan soft power, berbeda dengan kelompok separatis GAM di Aceh dan juga OPM yang masih ada saat ini.
"Kelompok Din Minimi kita selesaikan dengan soft power. Tidak sama dengan separatis GAM, makanya ini amnesty diberikan," jelas Prasetyo.
Sementara terkait OPM menurut Prasetyo pernah ditawarkan amnesti oleh pemerintah namun mereka kerap menolaknya. Tak hanya itu saja OPM yang digolongkan kelompok separatis ini pernah ditawarkan grasi kepada anggotanya yang ditangkap dan telah diproses hukum, namun penawaran itu juga ditolak OPM.
"Pemahaman mereka ketika mereka ajukan grasi mereka mengakui adanya Republik Indonesia. Masalah keduanya sangat berbeda, penanganannya enggak bisa disamakan," ungkap Prasetyo.
Untuk itulah, pemerintah akan meminta pertimbangan DPR dan juga Mahkamah Agung (MA) dalam rencana pemerintah memberikan amnesti kepada Din Minimi dan kelompoknya.
"Amnesti ini masih kita perdebatan, makanya kita minta pendapat mahkamah agung dan DPR," pungkas Prasetyo.
(Khafid Mardiyansyah)