JAKARTA – Pada Sabtu 26 Maret 2016, publik Tanah Air mendadak diguncang kabar diculiknya 10 warga negara Indonesia (WNI) oleh kelompok militan Abu Sayyaf. Mereka adalah kelompok separatis yang berbasis di sekitar kepulauan selatan Filipina.
Menurut pihak Kemlu RI, Kapal Tunda Brahma 12 dan Kapal Tongkang Anand 12 dibajak kelompok Abu Sayyaf ketika kapal tersebut hendak menuju Batangas (Filipina Selatan) dari Sungai Puting (Kalsel). Kapal itu diketahui membawa 7.000 ton batu bara dan ditumpangi oleh 10 orang WNI.
Untuk membebaskan 10 WNI yang disandera, kelompok Abu Sayyaf meminta sejumlah uang tebusan. Menurut ketua BIN Sutiyoso, Abu Sayyaf meminta uang tebusan sebesar 50 juta peso (setara Rp14,3 miliar) untuk membebaskan 10 awak kapal yang disandera.
Abu Sayyaf memberikan tenggat waktu hingga Jumat 8 April 2016 kepada Pemerintah Indonesia untuk membayar uang tebusan.
Terkait permintaan Abu Sayyaf, anggota DPR dari Partai PDI Perjuangan, Efendi Simbolon menolak opsi pembayaran uang tebusan. Efendi berpendapat bahwa langkah tersebut sama saja dengan mengenyampingkan arti kedaulatan bangsa Indonesia.
Hingga saat ini, Pemerintah Indonesia terus menjalin komunikasi dengan pemerintah Filipina dan kelompok militan Abu Sayyaf untuk membebaskan 10 WNI yang disandera.
Terkait kejadian ini, pasukan khusus TNI mengaku telah siap membebaskan 10 WNI yang ditawan apabila diperintahkan.
Pemimpin operasi pembebasan sandera, I Nyoman Gede Ariawan, mengatakan bahwa pasukan TNI sudah siap membebaskan 10 WNI yang disandera.
Indonesia telah mengerahkan kapal dan pasukan ke Pangkalan Aju di Tarakan, Kalimantan Utara. Lima kapal perang, 1 helikopter, dan pasukan katak telah dikirim ke Tarakan, ujar I Nyoman.
(Silviana Dharma)