LONDON – Sebanyak 58 persen warga Inggris Raya memilih keluar dari Uni Eropa (UE). Hasil tersebut berdampak buruk bagi Perdana Menteri (PM) David Cameron. Suksesor Gordon Brown itu mengirim sinyal untuk mundur dari jabatannya.
(Baca juga: Rakyat Inggris Telah Berkehendak, Cheerio Uni Eropa)
Referendum pada Kamis 23 Juni 2016 adalah janji Cameron saat pemilihan umum untuk memuaskan kalangan konservatif. Namun di satu sisi, pria asal London itu gencar melakukan kampanye agar Inggris tetap bertahan di UE.
“Keinginan warga Inggris adalah instruksi yang harus dijalankan,” ucap Cameron dalam pidatonya mengenai hasil referendum di Downing Street, seperti diwartakan The Guardian, Jumat (24/6/2016).
Meski menyatakan ingin mundur, pria berusia 49 tahun itu akan tetap menjabat sebagai PM Inggris setidaknya hingga musim semi 2016. Keputusan itu diambil untuk mempertahankan ‘Kapal Inggris’. “Saya pikir ini bukanlah waktu yang tepat bagi saya sebagai kapten untuk mengendalikan negara ini ke tujuan berikutnya,” sambung Cameron.
Suami dari Samantha itu menyatakan telah berbicara kepada Ratu Elizabeth II mengenai rencananya mengundurkan diri. Tetapi, Cameron tidak akan menjalankan Pasal 50, klausul dalam perjanjian UE di Lisabon untuk memulai proses keluarnya Inggris dalam dua tahun.
“Saya merasa terhormat menjadi Perdana Menteri Inggris selama enam tahun terakhir ini,” tutup Cameron dengan emosional.
(Wikanto Arungbudoyo)