Korban Banjir Padang Bertahan di Loteng Rumah

Rus Akbar, Jurnalis
Kamis 25 Agustus 2016 18:32 WIB
Banjir Melanda Padang (Foto: Rus Akbar)
Share :

PADANG - Sudah 13 tahun Mulyati (53) tinggal di kawasan Parak Jambu RT 04 RW 09 Kelurahan Dadok Tunggul Hitam, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat. Namun, dari pengalamannya selama Agustus 2016, daerahnya sudah tiga kali diterjang banjir sedalam 1,5 sampai 2 meter.

“Tidak bisa mengungsi, keluar rumah saja sudah sedalam 2 meter bagaimana bisa kita keluar. Banjir sejak kemarin itu airnya sudah sedalam 1 meter, di rumah sudah 0,5 meter. Kalau banjir awal Agustus dulu mencapai 2 meter. Ini masih ada bekasnya,” ujarnya kepada Okezone, Kamis (25/8/2016).

Untuk bertahan di rumah, kata Mulyati, ada tetangga meminta untuk meningkat rumahnya atau semacam membuatkan loteng yang dapat digunakan untuk mengungsi saat banjir merendam lantai satu rumahnya.

“Lantainya dikasih papan, tidak triplek lagi termasuk tulang-tulangnya biar tidak patah saat saat naik, barang-barang juga bisa dipindahkan,” katanya.

(Baca: Korban Banjir Kota Padang Mulai Terserang Penyakit)

Lebih mirisnya, ketika datang bantuan kepada korban banjir baik dari pemerintah maupun dari donatur, bantuan itu kerap tidak sampai ke tempat mereka karena hanya sampai di luar dekat jalan.

“Padahal, kita di sini lebih parah dalamnya. Banjir kali ini mereka juga tidak ada bantuan dari pemerintah. Padahal, saat ini mereka sangat butuh bantuan seperti makanan. Beras kami sudah basah kemarin kami sibuk mengevakuasi barang-barang lupa mengevakuasi beras. Kompor juga basah, susah memasak. Ini masih sedang kita bersihkan,” tuturnya.

Untuk bertahan, makanan diantarkan saudara mereka ke lokasi banjir. “Untuk makanan tadi ada saudara kami datang ke sini mengantarkan makanan ke rumah. Itu yang bisa dilakukan saat ini,” katanya.

Kini air sudah surut, namun tak menutup kemungkinan banjir akan kembali menerjang karena kondisi masih terus diguyur hujan.

“Biasanya kalau banjir besar itu akan surut selama dua hari, tapi kalau banjir kecil akan surut selama satu hari, hari ini memang sudah surut tapi bagian luar masih tergenang susah kendaraan roda dua lewat,” ujarnya.

Anwar (58), suami Mulyati menimpali, daerah Parak Jambu memang selalu menjadi imbas dari luapan sungai di Maransi yang berhulu dari Air Pacah. “Kita menjadi imbas terus di sini, sebab sungainya kecil sekali. Akibat kecil tidak bisa menampung air dari daerah Air Pacah Kantor Wali Kota Padang dan pembuangan air yang bermuara di Sungai Kuranji kecil, akhirnya air di daerah kita lambat menyusut,” ujarnya.

Seharusnya, sambung Anwar, pemerintah harus membuat saluran air yang lebih besar lagi agar air sungai tidak merembes ke daerahnya. “Kita berharap pemerintah membangun saluran air lebih besar lagi sehingga tidak banjir lagi,” katanya.

Ketua Forum Daerah Aliran Sungai, Prof Dr Isril Berd menjelaskan, luas Kota Padang 694,96 kilometer persegi, dari luas tersebut 30 persen merupakan kawasan permukiman, ekonomi, industri, pendidikan, dan pemerintahaan. Sementara 70 persennya merupakan daerah punggung bukit barisan.

“Dari 30 persen tersebut, sebagiannya merupakan rawa-rawa atau waduk alami sebagai penampung air atau rawa-rawa. Namun, karena perubahan maka daerah tersebut berubah menjadi permukiman dan kebutuhan lain-lain,” ujarnya.

Padang juga merupakan daerah cekung dan rendah, sementara di Kota Padang ini ada enam aliran sungai besar, mulai dari Sungai Timbalun, Bungus, Batang Harau, Kuranji, Air Dingin, dan Kandis. Kemudian, intensitas curah hujan di Kota Padang juga sangat tinggi.

“Kalau bulan Maret saja curah hujan di Kota Padang mencapai 370 milimeter dan itu sangat tinggi,” katanya.

Dengan kapasitas tersebut, yang diperlukan adalah drainase yang disesuaikan dengan kapasitas curah hujan yang terjadi di Kota Padang. “Tahun 1911 zaman belanda dulu aliran baru di daerah Tarandam Kota Padang akhirnya daerah tersebut tidak banjir lagi. Saat ini Kota Padang juga sudah melakukan itu secara perlahan, namun jangan kecil drainasenya harus besar,” terangnya.

Kemudian setiap rumah dibuatkan sumur penampungan. Jika gedung, mungkin dibangun dua sumur penampungan sehingga bisa menampung air serta mengurangi intensitas air. “Kalau juga masih banyak airnya maka pemerintah melihat ke hulu sungai yang hutannya mengalami kerusakan dilakukan penghijauan kalau ketemu sama warga yang berladang berpindah-pindah larang,” ujarnya Dosen Fakulutas Teknologi Pertanian, Universitas Andalas Padang.

Selain itu, forum DAS Kota Padang juga sudah meminta pemerintah membuat waduk sebanyak 24 embung (penampung). Satu embung air itu bisa menampung 100 meter kubik. Jika ada 24 embung, maka air yang ditampung itu bisa mencapai 2.400 meter kubik.

“Dengan kondisi itu maka Padang akan aman dengan banjir,” pungkasnya.

(Arief Setyadi )

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya