“Ya harus bagaimana lagi. Keadannya sudah seperti ini. Sejak usia empat bulan, dititipi menantu saya untuk merawat Rahma dengan alasan ingin merantau. Namun setelah itu tidak ada kabar lagi. Belakangan saya mendapat kabar ibu Rahma menikah lagi dengan orang Gunungwungkal,” ujar Warni.
Sementara itu, anaknya, Muryono bekerja di kapal dan jarang pulang. Kalaupun pulang Pati memilih tinggal dengan saudaranya. Mungkin karena minder mempunyai anak yang hanya mempunyai satu kaki. Maryono pernah beberapa kali mendatangi anaknya itu dan memberi uang.
Warni bercerita, Rahma merupakan anak yang memiliki cukup nalar untuk anak seusianya. Uang sakunya ditabung. Misalnya sehari uang saku Rahma Rp 4 ribu, ditabung Rp 2 ribu. Dalam setahun, tabungannya terkumpul Rp 800 ribu. Cucunya itu juga tidak pernah sakit dan jarang rewel.
“Terkadang, saya menangis kalau membayangkan bagaimana nanti kalau sudah meninggal. Siapa yang akan merawatnya. Pernah saya berkata kepada Rahma, bagaimana kalau nanti meninggal. Saya kaget karena dia menjawab ingin ikut meninggal juga,” tuturnya.
Selama ini, sudah ada beberapa masyarakat yang peduli kepadanya. Dua tahun lalu, ada yang menyumbang tongkat. Namun Warni hanya kawatir dengan masa depan cucunya. Ia berharap ada yang mambantunya membeli kendaraan roda tiga untuk orang yang disabilitas. Supaya Rahma bisa tetap sekolah hingga jenjang tinggi.
(Khafid Mardiyansyah)