3.549 Hektare Hutan di Pangandaran dalam Kondisi Kritis

Syamsul Maarif, Jurnalis
Jum'at 09 Desember 2016 16:41 WIB
Share :

PANGANDARAN – Kondisi hutan yang ada di wilayah Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, perlu mendapat perhatian serius dari pihak-pihak terkait. Pasalnya saat ini hutan seluas 3.549 hektare itu dalam kondisi kritis.

Kepala Dinas Kelautan, Pertanian, dan Kehutanan (DKPK) Kabupaten Pangandaran Adi Nugraha mengatakan, hutan yang kritis tersebut kondisinya dalam keadaan gundul. Itu merupakan hutan rakyat dan hutan yang dikelola pihak Perum Perhutani.

“Area hutan yang saat ini kondisinya sudah gundul di antaranya di Kecamatan Cimerak, Cigugur, dan Langkaplancar,” kata Adi, Jumat (9/12/2016).

Adi melanjutkan, di beberapa lokasi hutan yang mengalami kegundulan juga tidak ada sengkedan atau terasiring. Padahal jika sengkedan dan terasiring dibuat bisa dimanfaatkan oleh masyarakat yang bertani.

“Sebenarnya status hutan akan lebih aman apabila dialihfungsikaan dari hutan produksi menjadi hutan lindung, namun akan berisiko kepada masyarakat lantaran tidak bisa sembarangan mengambil sumber daya alam yang berada di kawasan tersebut,” tambahnya.

Dengan kondisi lahan kritis tersebut, Adi berharap ada kerjasama antara pengelola hutan yang dikelola Kementerian Kehutanan melalui Perum Perhutani dan masyarakat.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Pangandaran, luas hutan yang ada di Kabupaten Pangandaran yakni hutan negara seluas 16.524.89 hektare yang terdiri dari hutan konservasi seluas 494,7 hektare, hutan produksi seluas 16.030,19 hektare, dan hutan rakyat seluas 11.239,28 hektare.

Dari jumlah luas tersebut berpotensi menghasilkan kayu sebanyak 2.480.947,2 meter kubik dan potensi karbon sebesar 782.890,72 ton.

Sementara aktivis Serikat Petani Pasundan (SPP) Arif Budiman mengatakan, lahan kritis yang terjadi di Kabupaten Pangandaran harus segera ditangani secara serius dengan membentuk Tim Inventarisasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (IP4T).

“Kami mengamati program penghijauan yang dilakukan pun tidak secara serius lantaran banyak tanaman yang dalam kurun waktu empat hingga lima tahun sudah harus ditebang,” terangnya.

Arif menuturkan, harusnya program yang dilaksanakan dalam penanaman pohon bisa ditebang apabila usianya sudah puluhan tahun, sehingga hal tersebut akan memaksimalkan fungsi resapan air.

“Terkait alih fungsi hutan, jika saja statusnya akan dijadikan hutan lindung sebenarnya tidak akan bertentangan dengan kebiasaan masyarakat lantaran dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang hutan sudah dijelaskan bahwa hutan adat dikelola oleh masyarakat sekitar,” pungkasnya.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya