BENGKULU - Pasangan suami istri (Pasutri) Aspin Ekwadi dan Sri Sulismi, warga Desa Sinar Bulan Kecamatan Lungkang Kule atau Padang Guci Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu, tidak seberuntung dengan keluarga lainnya.
Keluarga ini terpaksa membawa jenazah anaknya yang telah meninggal dunia, dengan cara tidak lazim. Hal tersebut mereka lakukan lantaran tidak memiliki biaya, untuk membayar jasa mobil ambulans di salah satu rumah sakit di Kota Bengkulu menuju rumahnya di Kabupaten Kaur.
Dimana ayah bayi malang tersebut, terpaksa membawa jenazah anaknya dengan memasukkan kedalam tas pakaian berukuran cukup besar, dengan menggunakan jasa angkutan mobil travel tujuan ke Kabupaten Kaur. Dengan memakan waktu tempuh tidak kurang dari lima jam perjalanan darat.
Kepada Okezone, Asisten Pratama Ombudsman RI Perwakilan Bengkulu, Irsan Hidayat menceritakan, peristiwa ini bermula saat Sri Sulismi mengandung anak ke-empat, yang mana anak dalam kandungannya tersebut divonis dokter, memiliki kelainan paru-paru dan jantung, sehingga harus dioperasi caesar.
"Karena kata dokter, bila tidak dioperasi. Bayi kemungkinan besar meninggal," kata Irsan, meniru ucapan ibu dari bayi, Jumat (14/4/2017).
Irsan mengulas, pada Rabu 5 April 2017, Sri Sulismi dioperasi caesar saat kandungannya berumur delapan bulan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kaur, Kabupaten Kaur. Dimana saat itu dirinya menggunakan kartu BPJS.
Lalu, cerita Irsan, pada Kamis 6 April 2017 sekira pukul 10.01 WIB, bayi yang berusia satu hari itu dirujuk ke salah RSUD di Kota Bengkulu, guna mendapatkan perawatan yang intensif. Sementara ibu bayi (Sri Sulismi) masih dirawat di RSUD Kaur guna mendapatkan perawatan medis usai melahirkan secara caesar.
Saat tiba di salah satu rumah sakit di Kota Bengkulu, terang Irsan, bayi pasutri Aspin Ekwadi dan Sri Sulismi, sempat dirawat selama satu malam di ruang UGD. Lalu, langsung dipindahkan ke ruang anak untuk penanganan bayi prematur,
"Saat pergi ke rumah sakit di Kota Bengkulu, bayi itu dibawa oleh ayahnya (Aspin Ekwadi) dengan ditemani oleh kakak perempuan ayah bayi," jelas Irsan.
"Ketika di rumah sakit di Kota Bengkulu, bayi masuk ke ruang UGD. Kemudian dipindahkan ke ruang anak untuk penanganan bayi prematur," sambung Irsan.
Berselang satu hari dirawat di rumah sakit di Kota Bengkulu, sambung Irsan, tepatnya pada Jumat 7 April 2017, sekira pukul 10.01 WIB, bayi pasutri tersebut meninggal dunia. Lantaran, anaknya meninggal dunia, jelas Irsan, ayah bayi bersama kakak perempuannya menanyakan biaya sewa jasa ambulans ke pihak di Kota Bengkulu tersebut.
"Setelah menjelaskan alamatnya di Kabupaten Kaur, pihak rumah sakit mengatakan biaya sewa ambulans sebesar Rp 3,2 juta," imbuh Irsan.
"Menurut ayah bayi, saat itu dirinya mencoba menawar, namun tegas dinyatakan pihak rumah sakit tidak bisa kurang," sambung Irsan.
Saat itu, cerita Irsan, orangtua bayi sedang panik dan sedih lantaran anak keempatnya meninggal dunia. Sehingga, orangtua bayi mencari cara asal jenazah anaknya bisa dibawa pulang ke kampung halaman di Kabupaten Kaur, yang mana pada hari itu juga akan di kebumian di tempat pemakaman umum (TPU) desa setempat.
Atas inisiatif sendiri, terang Irsan, dalam kondisi panik sekaligus berduka tersebut, orangtua bayi memasukkan jenazah anaknya kedalam tas pakaian yang berukuran cukup besar. Dengan menggunakan kendaraan umum atau jasa mobil travel tujuan Kabupaten Kaur.
"Itu mereka lakukan karena takut pihak travel tidak akan mengizinkan membawa jenazah dalam angkutannya. Makanya mereka terpaksa melakukan hal tersebut," beber Irsan.
Di mana saat menggunakan jasa mobil travel tersebut, kata Irsan, kakak perempuan dan ayah bayi bersandiwara sebagai pasangan suami istri. Saat di atas mobil tersebut, ulas Irsan, sopir travel sempat meminta tas yang dibawa orangtua bayi diletak kedalam bagasi.
Namun, kakak Perempuan, dari ayah sang bayi menyampaikan kepada sopir travel bahwa tas yang dibawa tersebut berisikan kue pernikahan. Sehingga tidak memungkinkan jika diletakkan ke dalam bagasi, tentunya akan hancur. Pada akhirnya sopir travel bisa memahami dan mengerti, sehingga tas berisikan bayi yang sudah meninggal dunia itu dipangku oleh ayah bayi.
"Ayah bayi mengaku, sedih selama lima jam perjalanan pulang ke kampungnya dari Kota Bengkulu sambil memangku jenazah anaknya yang dimasukkan didalam tas. Tiba di rumahnya, bayi itu langsung dikebumikan di tempat pemakaman umum (TPU) disamping makam anak ke-duanya yang sudah meninggal dunia beberapa tahun lalu," ujar Irsan.
Irsan menyampaikan, orangtua bayi mengaku sedih atas mahalnya biaya sewa mobil ambulans di salah satu rumah sakit di Kota Bengkulu tersebut. Terlebih, tidak adanya toleransi untuk masyarakat kurang mampu dalam biaya sewa jasa mobil tersebut. Namun, kata Irsan, dari Ombudsman hal tersebut merupakan sebuah ironi pelayanan publik di "Bumi Rafflesia", yang mesti diperbaiki, sehingga kejadian serupa tidak terulang lagi.
"Jelas kami miris atas kejadian itu," sampai Irsan.
Biaya sewa jasa mobil ambulans di salah satu rumah sakit di Kota Bengkulu tersebut, jelas Irsan, pihak rumah sakit masih menggunakan Pergub Nomor 18 Tahun 2012, Tentang Tarif Pelayanan Kesehatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD. Dalam lampiran Pergub tersebut, terang Irsan, mengatur biaya pelayanan ambulans dan mobil jenazah dengan total Rp22.550 per km.
Namun, sampai Irsan, biaya dalam Pergub tersebut tidak mengatur secara rinci dan jelas yang mana dalam biaya tersebut terdapat biaya jasa dokter, paramedis dan non medis, masing-masing Rp5.000 untuk dokter, Rp7.000 untuk paramedis dan Rp4.000 untuk non medis per km.
"Apakah mungkin untuk mengantarkan jenazah butuh jasa dokter?, Rasanya kurang tepat, namun ini akan kita dalami lagi dan mempertanyakan kepada pihak rumah sakit," imbuh Irsan.
Pada prinsipnya, kata Irsan lagi, pelayanan publik khususnya masyarakat kurang mampu, tidak bisa kaku pada aturan dan mesti adanya upaya alternatif sebagai bentuk tanggungjawab memberikan pelayanan dasar (kesehatan) yang baik kepada masyarakat.
"Kita akan berkoordinasi dengan instansi terkait agar ada sinergitas pemberian layanan yang baik bagi masyarakat khususnya yang tidak mampu swcara ekonomi," Tutup Irsan.
(Khafid Mardiyansyah)