Selagi semua masih merasakan duka mendalam atas wafatnya Liu Xiaobo, Branstad berharap pemerintah Komunis China bisa melepaskan juga semua tahanan hati nurani dan membuka hati untuk menghormati kebebasan manusia yang paling mendasar.
Pemimpin Komite Nobel Perdamaian Norwegia, Berit Reiss-Anderssen percaya pemerintah Negeri Panda kini memikul tanggung jawab yang berat atas kematian Liu Xiaobo.
“Kami merasa sangat terganggu, mengetahui bahwa Liu Xiaobo tidak dipindahkan ke fasilitas perwatan medis yang lebih memadai sebelum sakitnya semakin parah. Pemerintah China bertanggung jawab besar atas kematian yang terlalu dini ini,” ketusnya.
Protes lain datang dari kelompok hak asasi manusia di China. Mereka menuntut pemerintah China diselidiki atas kematian Liu.
“Bahkan saat penyakit Liu Xiaobo memburuk, pemerintah China terus mengisolasi dia dan keluarganya, mengabaikan haknya untuk memilih perawatan medis yang layak,” sergah Direktur Human Rights Watch (HRW) di China, Sophie Richardson.
Kesombongan, kekejaman, dan ketidakpedulian pemerintah China menurutnya, sangat mengejutkan. Namun begitu, dia yakin perjuangan Liu untuk menggelorakan demokrasi dan pengakuan terhadap hak asasi manusia di China akan terus berlanjut.
Liu Xiaobo meninggal dunia pada usia 61 tahun di sebuah rumah sakit di Shenyang, China. Biro peradilan di Shengyang mengumumkan penyebab meninggalnya adalah kegagalan fungsi organ ganda, imbas dari kanker hati yang dideritanya.
(Silviana Dharma)