Ia diserang saat sedang menumpang bus untuk pulang ke rumah usai sekolah. Dua orang anggota Taliban menghentikan bus yang ditumpangi Malala dan rekan-rekannya. Malala ditembak di tiga tempat oleh militan Taliban. Bahkan, satu butir peluru masuk dan menembus kepala hingga bersarang di bahunya.
Malala menderita luka serius yang dapat mengancam nyawanya. Di hari yang sama, ia diterbangkan ke rumah sakit militer Pakistan di Peshawar untuk mendapat perawatan. Empat hari kemudian, Malala diterbangkan ke unit perawatan intensif (ICU) di sebuah rumah sakit di Birmingham, Inggris.
Pihak rumah sakit sengaja mengatur agar Malala berada dalam kondisi koma agar memudahkan penanganan. Meski harus menjalani sejumlah operasi bedah, termasuk memperbaiki syaraf di wajahnya karena mengalami kelumpuhan parsial, Malala tidak sama sekali mengalami kerusakan pada otaknya.
Pemerintah Inggris begitu memperhatikan nasib Malala Yousafzai. Mengutip dari situs resmi miliknya, malala.org, Malala berhasil pulih pada Januari 2013 setelah melalui serangkaian operasi dan rehabilitasi. Ia kembali ke pangkuan orangtuanya yang kini menetap di Birmingham berkat suaka politik pemerintah Inggris.
Maret 2013 menjadi titik balik bagi Malala usai penembakan. Ia kembali mengenakan seragam sekolahnya dan menempuh ilmu di Birmingham. Keinginan kuat itu mendapatkan apresiasi dari seluruh dunia.
Di hari ulang tahun ke-16, tepatnya 12 Juli 2013, Malala berkunjung ke New York, Amerika Serikat (AS), dan berpidato di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Beberapa bulan kemudian, ia menerbitkan buku berjudul “Saya Malala: Si Gadis yang Berjuang untuk Pendidikan dan Ditembak oleh Taliban”.