HARI SUMPAH PEMUDA: Perjalanan Inspiratif Malala Yousafzai, dari Eksekusi Taliban hingga Penerima Nobel Perdamaian Termuda

Wikanto Arungbudoyo, Jurnalis
Sabtu 28 Oktober 2017 13:15 WIB
Malala Yousafzai. (Foto: Wallpapersite)
Share :

MELALUI jalur diplomasi, Nara Rakhmatia dan AinanNuran giat berkiprah menjalankan semangat Sumpah Pemuda. Saat Indonesia ‘diserang’ negara-negara lain karena dianggap abai mengutamakan hak asasi manusia (HAM), Nara dan Ainan menampar balik mereka yang menjatuhkan tuduhan tersebut. Dan halitudilakukankeduanyadalam forum bergengsidunia, SidangMajelisPerserikatanBangsa-Bangsa (PBB).

Di kancahdunia, salah satu pemuda inspiratif adalah seorang gadis pembelahak-hak pendidikan untuk perempuan di Pakistan. Berikut kisahnya.

Sepak terjang mendiang Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhutto memukau gadis kecil bernama Malala Yousafzai. Perempuan kelahiran Mingora itu juga mendapatkan inspirasi dari pemikiran-pemikiran serta sumbangsih ayahnya Ziauddin Yousafzai untuk kemanusiaan, salah satunya dengan membuka sekolah untuk anak-anak setempat.

Baca Juga: HARI SUMPAH PEMUDA: Ainan Nuran, dari Tari Saman hingga Kiprah sebagai Diplomat Muda yang Bela Indonesia di Panggung Dunia

Baca Juga: Hebat! Pemenang Nobel Malala Yousafzai Diterima di Universitas Oxford

Pada 2009, Malala yang saat itu berusia 11 tahun menulis blog dengan nama samaran untuk diterbitkan oleh BBC Urdu. Ia menuliskan pengalaman sehari-hari di bawah kendali kelompok militan di Provinsi Swat, tempat tinggalnya. Karya tulis sang gadis remaja mencuri perhatian dunia.

Jurnalis New York Times, Adam B. Ellick, lantas membuat dokumenter mengenai kehidupan Malala Yousafzai. Kisah-kisahnya kemudian menyebar luas hingga aktivis kemanusiaan, Desmond Tutu, menominasikan Malala sebagai penerima International Children Peace Price.

Keinginan kuat Malala untuk meraih pendidikan meski sekolah-sekolah di Swat dihancurkan oleh Taliban mendapatkan penghargaan pada 2011. Melansir dari Nobel Prize, ia diganjar International Children’s Peace Prize serta National Youth Peace Prize dari pemerintah Pakistan.

Namun, tidak semua pihak mendukung kampanye Malala dan ayahnya untuk pendidikan yang setara bagi semua orang di Pakistan. Peristiwa yang mengubah hidupnya pun terjadi pada 9 Oktober 2012 pagi. Malala ditembak oleh pasukan Taliban yang berupaya membunuhnya.

Ia diserang saat sedang menumpang bus untuk pulang ke rumah usai sekolah. Dua orang anggota Taliban menghentikan bus yang ditumpangi Malala dan rekan-rekannya. Malala ditembak di tiga tempat oleh militan Taliban. Bahkan, satu butir peluru masuk dan menembus kepala hingga bersarang di bahunya.

Malala menderita luka serius yang dapat mengancam nyawanya. Di hari yang sama, ia diterbangkan ke rumah sakit militer Pakistan di Peshawar untuk mendapat perawatan. Empat hari kemudian, Malala diterbangkan ke unit perawatan intensif (ICU) di sebuah rumah sakit di Birmingham, Inggris.

Pihak rumah sakit sengaja mengatur agar Malala berada dalam kondisi koma agar memudahkan penanganan. Meski harus menjalani sejumlah operasi bedah, termasuk memperbaiki syaraf di wajahnya karena mengalami kelumpuhan parsial, Malala tidak sama sekali mengalami kerusakan pada otaknya.

Baca Juga: HARI SUMPAH PEMUDA: Nara Rakhmatia, Berawal dari Asisten Dosen hingga Menjadi Diplomat Muda yang Berhasil "Bungkam" 6 Negara saat Sidang PBB

Pemerintah Inggris begitu memperhatikan nasib Malala Yousafzai. Mengutip dari situs resmi miliknya, malala.org, Malala berhasil pulih pada Januari 2013 setelah melalui serangkaian operasi dan rehabilitasi. Ia kembali ke pangkuan orangtuanya yang kini menetap di Birmingham berkat suaka politik pemerintah Inggris.

Maret 2013 menjadi titik balik bagi Malala usai penembakan. Ia kembali mengenakan seragam sekolahnya dan menempuh ilmu di Birmingham. Keinginan kuat itu mendapatkan apresiasi dari seluruh dunia.

Di hari ulang tahun ke-16, tepatnya 12 Juli 2013, Malala berkunjung ke New York, Amerika Serikat (AS), dan berpidato di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Beberapa bulan kemudian, ia menerbitkan buku berjudul “Saya Malala: Si Gadis yang Berjuang untuk Pendidikan dan Ditembak oleh Taliban”.

Kerja kerasnya sebagai aktivis dunia pendidikan mendapat penghargaan dari Parlemen Eropa pada 10 Oktober 2013. Malala diganjar penghargaan Sakharov Prize for Freedom of Thought atau penghargaan untuk kebebasan berpikir, sebuah hadiah yang cukup bergengsi.

Bersama ayahnya, Malala mendirikan yayasan Malala Fund pada 2014. Lewat yayasan tersebut, Malala dan Ziauddin menyalurkan bantuan bagi anak-anak agar mendapatkan akses pendidikan. Salah satunya dibuktikan dengan kunjungan Malala ke kamp pengungsi Suriah di Yordania untuk menemui pelajar-pelajar muda khususnya dari kaum perempuan.

Ia bersuara kencang untuk mendukung remaja putri di Chibok, Nigeria, yang diculik oleh kelompok militan Boko Haram. Malala merasa senasib dengan gadis-gadis di Chibok itu yang diculik karena berupaya menempuh pendidikan, sesuatu yang dialaminya beberapa tahun lalu.

Atas segala sumbangsihnya di dunia pendidikan itu, Malala Yousafzai akhirnya menerima hadiah Nobel Perdamaian bersama dengan aktivis anak-anak India Kaliash Satyarthi pada Oktober 2014. Di usia 17 tahun, ia menjadi orang termuda yang pernah memenangkan hadiah bergengsi tersebut.

“Penghargaan ini bukan hanya untukku. Ini untuk anak-anak yang terlupakan yang ingin mendapatkan pendidikan. Ini untuk anak-anak yang terjangkit rasa takut yang ingin mendapatkan perdamaian. Ini untuk anak-anak yang tidak mampu bersuara yang ingin merasakan perubahan,” ujar Malala Yousafzai saat menerima penghargaan tersebut.

Sepak terjang Malala Yousafzai kini lebih banyak dihabiskan di Malala Fund selain menempuh pendidikan tinggi di Oxford University, Inggris. Yayasan tersebut memfokuskan pada bidang pendidikan dan pemberdayaan perempuan agar dapat memenuhi potensinya sehingga dapat menjadi pemimpin-pemimpin yang kuat dan percaya diri di negaranya masing-masing.

Yayasan Malala Fund juga bekerja sama dengan pemimpin-pemimpin dunia serta mendanai proyek-proyek pendidikan di enam negara. Malala Fund bergabung dengan mitra-mitra lokal untuk berinvestasi lewat solusi inovatif serta mendorong agar perempuan muda dapat menempuh pendidikan hingga minimal jenjang menengah di seluruh dunia. Semua dilakukan Malala pada usia 20 tahun.

(Rufki Ade Vinanda)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya