JAKARTA - Jaksa penuntut pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Anwar Sanusi terkait pertemuan dengan Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Ali Sadli.
Sebagaimana diketahui, pertemuan antara Anwar Sanusi, Irjen Kemendes, Sugito, dan Ali Sadli terjadi di sebuah restoran di Pondok Indah Mall, sebelum laporan keuangan Kemendes PDTT tahun 2016, mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Awalnya, Jaksa KPK, Takdir Suhan mengkonfirmasi Anwar Sanusi terkait adanya komunikasi lewat sebuah pesan singkat antara Sugito dengan Ali Sadli. Dalam pesan singkat tersebut terdapat pembicaraan soal uang yang diduga untuk memuluskan predikat WTP.
"Itu Pak Irjen yang minta kita untuk ketemu," jawab Anwar saat bersaksi terkait perkara dugaan suap pemulusan opini WTP Kemendes PDTT, untuk terdakwa Ali Sadli, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2017).
Lantas, Jaksa Takdir, mempertanyakan fasilitas di Kementerian Pedesaan untuk tempat tempat pemeriksaan BPK. Anwar menjelaskan bahwa di kementeriannya memang menyediakan fasilitas untuk BPK.
Jaksa pun kemudian kembali mempertanyakan Anwar Sanusi, terkait pertemuan dengan Auditor BPK di luar Kemendes, padahal di kementeriannya tersebut sudah disediakan fasilitas untuk BPK.
"Saya tidak tahu, saya hanya diajak sama Pak Irjen (Sugito)," tandasnya.
Diketahui sebelumnya, Auditor III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Ali Sadli didakwa dalam tiga pasal sekaligus yakni, tindak pidana suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam pasal gratifikasi, Ali Sadli menerima gratifikasi sebesar Rp10,5 miliar dan 80 Dollar Amerika Serikat dari sejumlah pihak dalam kurum waktu tiga tahun.
Sedangkan dalam perkara suap, Ali Sadli didakwa menerima uang sebesar Rp40 juta untuk memuluskan opini WTP laporan keuangan Kemendes PDTT tahun 2016.
Sementara untuk tindak pidana pencucian uang, Ali Sadli menyamarkan uang korupsi sebesar Rp10,5 miliar dan 80 ribu Dollar dengan cara membeli sejumlah aset berupa tanah dan bangunan serta kendaraan.
(Ulung Tranggana)