JAKARTA - Kantor Staf Presiden (KSP) menyatakan masa tanggap darurat gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat adalah masa yang sangat dinamis. Karena itu, prioritas penanganan masing-masing cluster akan berubah sesuai dengan perkembangan situasi lapangan dan sumber daya yang tersedia.
"Masa tanggap darurat meskipun berlangsung dalam hitungan minggu ataupun bulan, adalah masa yang sangat dinamis karena kebutuhan dan keberdayaan penyintas akan terus berkembang," ujar Tenaga Ahli yang menangani Kebencanaan di Kantor Staf Presiden (KSP) Roy Abimanyu yang dilansir nawalaksp.id, Kamis (23/8/2018).
Sampai saat ini, sambungnya, operasi penanganan darurat bencana gempa Lombok terus dilakukan. Selain pencarian dan recovery korban, juga dilakukan pembersihan puing-puing bangunan di sekitar jalan protokol kecamatan, terutama di wilayah Pemekang, Tanjung, Gangga dan Gunung Sari yang menjadi pintu gerbang pariwisata.
"Hari-hari atau minggu pertama adalah periode penyelamatan jiwa (life-saving), yang terdepan adalah pencarian dan pertolongan (SAR), mengevakuasi korban luka dan meninggal dunia, tindakan medis dan perawatan, penyediaan tenda hunian, dan seterusnya," ujar Roy.
Terkait pelayanan kesehatan pun dilakukan dengan mengoptimalkan delapan Puskesmas. Secara bertahap, penanganan kesehatan beralih dari darurat medis menjadi darurat kesehatan masyarakat. Sedangkan untuk pelayanan dapur umum berada di empat titik pengungsian.
Tim Asesment masih melakukan pendataan kerusakan rumah dan masuk-keluar bantuan logistik. Pendistribusian logistik ditujukan ke pengungsi di seluruh kecamatan yang terdampak gempa.
"Kebutuhan makanan siap saji akan besar pada periode ini, tetapi pada periode berikutnya kebutuhannya akan menurun dan digantikan oleh kebutuhan bahan-bahan pangan yang dapat dibeli oleh setiap keluarga penyintas," kata Roy.
Selain logistik, juga didistribusikan bantuan air bersih dan air minum. Menurut Roy, kebutuhan air bersih dan air minum pada periode tanggap darurat dapat dipenuhi dengan mengkombinasikan pendistribusian air bersih dan air kemasan ke lokasi pengungsian.
"Akan tetapi pada periode selanjutnya sudah harus melibatkan sistem distribusi dan sumber air yang lebih komprehensif untuk memenuhi kebutuhan air (45-55L per orang)," kata Roy.
Untuk cluster perumahan yang pada periode awal menyediakan tenda terpal sederhana, akan berkembang dengan menyediakan hunian sementara. Begitu juga dengan cluster pengungsian, dari yang awalnya terkumpul di lapangan atau fasilitas publik menjadi lebih dekat dengan rumah masing-masing.
(Angkasa Yudhistira)