JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih mengaku hanya menjalankan tugas dari Partai Golkar untuk mengawal proyek pembangunan PLTU Riau-1 yang kini sedang dalam proses penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Ya saya sampaikan kepada penyidik bahwa saya hanyalah petugas partai. Menjalankan tugas partai untuk mengawal dari PLTU Riau," kata Eni usai diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Johanes B. Kotjo di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (28/8/2018).
Eni enggan membeberkan secara detail maksud arahan dari Partai Golkar untuk mengawal proyek PLTU Riau-1. Eni menegaskan posisinya saat itu hanya menjadi petugas partai yang mengikuti perintah atasannya.
"Pokoknya semuanya sudah (dijelaskan). Jadi begini saya hanya menyampaikan fakta yang sebenarnya saya tidak ingin menarik orang lain," terangnya.
"Jadi bahwa apa yang saya sampaikan sudah saya sampaikan sejelas-jelasnya kepada penyidik dan tentu itu sudah berdasarkan fakta-fakta yang ada," sambung Eni.
Sejauh ini, KPK baru menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Ketiganya yakni, mantan Mensos Idrus Marham, Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih dan bos Blackgold Natural Resources Limited Johanes Budisutrisno Kotjo.
Eni sendiri diduga telah menerima uang sebesar Rp500 juta yang merupakan bagian dari komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek terkait kontrak kerjasama Pembangunan PLTU Riau-1. Uang tersebut diberikan oleh Johannes Kotjo melalui keluarga serta staf Eni Saragih.
Uang Rp500 juta itu merupakan pemberian keempat dari Johannes Kotjo. Sebelumnya, Johannes Kotjo telah memberikan uang suap sebesar Rp2 miliar pada Desember 2017; Rp2 miliar pada Maret 2018; dan Rp300 juta pada Juni 2018.
Uang suap tersebut diduga untuk memuluskan proses penandatangan kerjasama terkait pembangunan PLTU Riau-1. KPK menduga Eni Maulana Saragih bersama sejumlah pihak telah menerima uang suap sekira Rp4,8 miliar.
Belakangan, Eni mengaku bahwa ada sejumlah uang suap yang dialirkan atau digunakan untuk Munaslub Golkar.
(Khafid Mardiyansyah)