"Jadi parno (paranoid) ya, sedikit-banyak," kata Gresa (27) yang anaknya baru berusia tiga tahun, "Soalnya setiap pergi itu enggak selalu sama orang (lain), sering juga pergi berdua doang sama anak."
Gresa mengaku kerap menemukan kabar tentang penculikan anak di grup WhatsApp keluarga. Ia terbiasa mengecek apakah kabar tersebut merupakan hoaks atau berita lama yang disebarkan kembali. Sekalipun demikian, ia tetap menjadi khawatir akan keselamatan anaknya.
"Kalau sedang di musala atau apa, jadi ngeri gitu. Takutnya ketika salat, pas sujud, dia (anak) diambil sama orang," ungkapnya kepada BBC News Indonesia.
Hal serupa dikatakan Putri (27), ibu dari anak laki-laki berusia dua tahun. "Sejak punya anak memang setelah baca berita kayak gitu saya jadi lebih waswas," ujarnya.
"Terutama kalau pergi ke mal atau ke tempat umum. Ninggalin anak berapa detik saja sudah waswas, takut dia dibawa orang."
Menurut KPAI, kekhawatiran yang ditimbulkan berita hoaks dapat mengakibatkan orang tua berlebihan dalam mengawasi anaknya; bahkan dengan mengintimidasi, membentak, menekan, memaksa, dan mengatur secara ketat aktivitas keseharian anak atas nama ketakutan akan penculikan.