Deretan Korban UU ITE, dari Artis hingga Guru Honorer

, Jurnalis
Jum'at 23 November 2018 07:35 WIB
Baiq Nuril, mantan guru honorer korban pelecehan seksual yang divonis bersalah. (AFP)
Share :

JAKARTA – Kasus Baiq Nuril Makmun, mantan guru honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), menarik simpati banyak pihak. Baiq Nuril menjadi korban pelecehan seksual, tapi divonis bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) karena melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Baiq Nuril divonis 6 bulan penjara serta denda Rp500 juta oleh MA pada 26 September 2018. Ia divonis bersalah karena telah menyebarkan rekaman bermuatan asusila.

Vonis terhadap mantan guru honorer menyulut simpati publik hingga memberikan dukungan luas kepadanya. Maraknya dukungan dari publik terhadap Baiq yang dianggap menjadi korban pelecehan seksual tapi divonis bersalah, membuat MA menunda eksekusi terhadap Baiq Nuril, yang seharusnya dilakukan pada Rabu (21/11/2018).

Sekadar diketahui, dalam Pasal 1 UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, mengartikan “informasi elektronik” tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, dan foto; tetapi juga electronic data interchange EDI, surat elektronik (email), telegram, teleks, telecopy, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki arti atau dapat dipahami.

Berdasarkan catatan SAFEnet (Southeast Asia Freedom of Expression Network), sejak UU ITE diundangkan pada 2008 hingga 31 Oktober 2018, tercatat ada sekira 381 korban yang dijerat UU tersebut, khususnya pasal 27 ayat (3) dan pasal 28 ayat (2).

Pasal 27 ayat (3) berbunyi: setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Sementara pasal 28 ayat (2) berbunyi: setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Cakupan yang begitu luas di UU ITE membuat 381 orang menjadi korban. Dari 381 korban tersebut, ada 5 di antaranya yang menyita perhatian publik. Berdasarkan informasi yang dihimpun Okezone pada Kamis (22/11/2018), berikut 5 korban UU ITE yang menjadi sorotan publik:

Prita Mulyasari, Pasien Rumah Sakit, 2008-2012

Seorang pasien Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutera, Tangerang, Prita Mulyasari, jadi "korban" pertama dari UU ITE. Kasus itu berawal saat Prita mengeluhkan pelayanan RS tersebut pada 2008.

Hal ini direspons oleh pihak rumah sakit dengan pelaporan ke aparat hukum. Pengadilan Negeri Tangerang pun mewajibkan Prita membayar denda Rp204 juta kepada RS Omni, yang kemudian putusan itu dikukuhkan di tingkat Pengadilan Tinggi Banten.

Kasus ini menarik perhatian publik. Publik yang bersimpati terhadap Prita kemudian menggalang dana "Koin untuk Prita". Melihat hal tersebut, RS Omni pun mencabut gugatannya perdatanya terhadap Prita. Meski begitu, Prita tetap dinyatakan bersalah. Akhirnya, pada 2012, MA menyatakan Prita tak bersalah.

Ariel Peterpan, Artis, 2010

Nazriel Irham atau akrab disapa Ariel pernah dijerat UU ITE dan UU Pornografi karena merekam video porno yang disangkakan diperankannya dengan dua perempuan mirip aktris Luna Maya dan Cut Tari. Saat itu, banyak pakar menganggap Ariel tidak bersalah karena video yang direkamnya bukanlah untuk konsumsi publik.

Namun, mantan vokalis band Peterpan itu tetap dijerat UU ITE, karena dirinya memproduksi video tersebut hingga tersebar ke publik. Ia divonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta oleh Pengadilan Negeri Bandung pada 2010. Dalam perjalanannya, Ariel mendapat beberapa kali keringanan hingga total ia hanya menjalani 2 tahun 1 bulan penjara.

Muhammad Arsyad, Aktivis, 2013-2014

Pada 2013, seorang aktivis antikorupsi dituduh melanggar UU ITE hingga dipenjara selama 3 hari di Polda Sulawesi Selatan dan 100 hari mendekam di Rutan Makassar.

Kasus itu berawal dari pernyataannya di Blackberry Messenger (BBM) yang dinilai mencemarkan nama baik pengusaha sekaligus politikus Nurdin Halid. Arsyad sempat ditahan atas dugaan tersebut. Namun, pada 28 Mei 2014, Pengadilan Negeri Makassar membebaskan Arsyad dari segala tuduhan karena tak ada bukti tentang kebenaran statusnya di Blackberry Messenger.

Anindya Joediono, Mahasiswa, 2018

Seorang mahasiswi Universitas Narotama, Anindya Joediono, dijerat UU ITE karena curhatannya di Facebook pribadinya. Saat itu, ia menuliskan soal penggerebekan yang dilakukan aparat keamanan di asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan 10 Tambaksari, Surabaya, pada Juli 2018. Anindya juga menceritakan dirinya mengalami pelecehan seksual.

Namun, hal itu dibantah oleh Ketua Ikatan Keluarga Besar Papua Surabaya IKBPS Pieter F Rumaseb. Anindya kemudian dilaporkan ke pihak berwajib. Saat ini kasus tersebut masih berjalan, dengan Anindya berstatus saksi.

(Baca Juga : Berkaca dari Kasus Baiq Nuril, LPSK Minta UU ITE Direvisi)

Baiq Nuril Makmun, Guru, 2018

Serupa dengan Anindya, seorang guru honorer di SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril Makmun, juga dijerat UU ITE perihal pelecehan seksual yang dialaminya. Saat itu, ia menceritakan pengalamannya dilecehkan oleh kepala sekolah berinisial M kepada rekan kerjanya, Imam Mudawin, hingga rekaman tersebut tersebar luas.

Namun yang terjadi, M malah melaporkan Baiq Nuril ke polisi. PN Mataram sempat memutuskan Baiq Nuril tidak bersalah. Tak terima dengan keputusan tersebut, jaksa mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung. Baiq pun dijatuhi hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan penjara. Kasus yang menimpa Baiq Nuril ini mendapat dukungan publik, hingga akhirnya membuat MA "menunda" mengeksekusi putusan tersebut. (erh)

(Baca Juga : Penegakan Hukum dalam Kasus Baiq Nuril Perlu Pakai Perspektif Gende)

(Rizka Diputra)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya