JAKARTA - Tsunami yang menyapu di pesisir Selat Sunda pada Sabtu 22 Desember 2018 malam itu dipicu oleh longsoran di bawah laut Gunung Anak Krakatau. Ini bukan tsunami pertama yang terjadi akibat aktivitas vulkanologi Anak Krakatau. 135 tahun silam bencana serupa juga pernah terjadi bahkan lebih dahsyat.
Cerita bermula dari 27 Agustus 1883. Gunung Krakatau yang menjulang gagah di Selat Sunda itu meletus sangat hebat. Dua per tiga bagian gunung api itu runtuh ke bawah laut. Bongkahan besar yang jatuh ke laut menimbulkan gelombang tsunami yang mengerikan.
Tsunami setinggi 30 meter menyapu daratan dan juga melumat pulau-pulau di sekitarnya. 297 kota kecil di pesisir Selat Sunda hancur diamuk gelombang raksasa, dan 36.417 orang tewas dalam bencana mengerikan itu.
Badan Geologi Kemeterian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam laman resminya menulis riwayat letusan Gunung Krakatau hingga memicu tsunami seabad lalu. Dari artikel di situs vsi.esdm.go.id disebutkan Gunung Krakatau sudah berulang kali erupsi sejak 416 Sebelum Masehi (SM).
Pada 416 SM, Gunung Krakatau mengalami letusan besar hingga menyebabkan tsunami dan terbentuknya kaldera (kawah). Sebelum terjadinya letusan besar itu, beberapa letusan Gunung Krakatau juga pernah terjadi pada abad ke 3, 9, 10, 11, 12, 14, 16 dan 17 yang diikuti dengan pertumbuhan kerucut Gunung Rakata, Gunung Danan, dan Gunung Perbuatan.
Akhirnya pada tahun 1681 kegiatan vulkanik itu sementara berhenti. Namun, setelah beristirahat kurang lebih dari 200 tahun lamanya, Gunung Krakatau kembali memperlihatkan kegiatannya yang diawali dengan beberapa letusan Gunung Danan dan Gunung Perbuatan pada 20 Mei 1883.