Dirinya mengatakan, bila terjadi penganiayaan oleh sejumlah orang termasuk pemimpin daerah akan menunjukan kesombongan penguasa terhadap warganya. Ada kesewenang-wenangan yang telah dipraktikan oleh penguasa terhadap warganya sendiri.
Magnus menceriterakan, kejadian penganiayaan dengan mencekik itu terjadi pada Jumat 21 Desember 2018 saat korban Yoakim Ulu Besi dan sejumlah warga di Desa Ponu menolak kedatangan Bupati TTU Raymundus Sau Fernandes bersama investor tambak garam. Di mana kedatangan mereka untuk menyurvei lokasi tambak di lahan milik korban dan warga.
Aksi yang dilakukan seorang kepala daerah itu tentunya ditolak warga, karena tak ada penyampaian sebelumnya.
"Bagaimana tanpa pemberitahuan atau sosialisasi terlebih dahulu soal pemanfaatan lahan warga, lalu tiba-tiba bupati datang bersama rombongan investor dan melakukan survei terhadap lahan warga. Ya, tentu ditolaklah," katanya.
Seharusnya lanjut Magnus, pemerintah daerah telah melakukan sejumlah langkah sebagai pra kondisi pemanfaatan lahan milik warga. Misalnya dengan melakukan sosialiasi awal terkait pemanfaatan lahan warga itu. "Bagaimana mekanismenya dan seperti apa bagi hasil dan sebagainya. Yang terjadi tak seperti itu wajarlah masyarakat menolaknya," katanya.
(Fakhri Rezy)