Venezuela merupakan salah satu produsen minyak terbesar di dunia dan menduduki kursi kepemimpinan OPEC hingga 2025.
Namun, ketergantungan pada minyak (95% pendapatan ekspor), membuat Venezuela rapuh ketika harga minyak merosot pada 2014.
Akibatnya, harga barang impor, seperti pangan dan obat-obatan, naik drastis dan inflasi mata uang meroket.
Dalam kondisi seperti ini pemerintah justru mencetak uang lebih banyak sehingga mata uang semaknin terdevaluasi.
Berdasarkan kajian Majelis Nasional yang dikuasai oposisi, taraf inflasi tahunan Venezuela mencapai 1.300.000% selama 12 bulan pada November 2018.
AS juga menerapkan rangkaian sanksi, yang diklaim Maduro menyebabkan Venezuela kehilangan US$20 miliar tahun lalu.
PBB mengatakan sebanyak 2,3 juta orang Venezuela telah meninggalkan negara itu sejak 2015 akibat kesulitan ekonomi.
Huru-hara antipemerintah pada 2014 menewaskan 43 orang dan pada 2017 jumlah korban meninggal dunia dalam kericuhan mencapai 125 orang.
Maduro menuduh AS berusaha membunuhnya dan melengserkan pemerintahannya, namun dia tidak mengungkap bukti-bukti atas tuduhan tersebut.
(Fakhri Rezy)