Seperti apa kritik terhadap putusan MK?
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, menilai putusan MK ini tidak sepenuhnya seperti yang dia harapkan.
Titi adalah salah satu orang yang menggugat sejumlah pasal Undang-Undang Pemilu nomor 7 tahun 2017 yang kemudian diloloskan sebagian oleh MK melalui putusan uji materi pada 28 Maret lalu.
"Kenapa kami menggugat itu? Untuk melepaskan belenggu administrasi, yang mengurangi esensi hak pilih. Kami paham bahwa, administrasi pemilu penting. Tapi ketika dilaksanakan, justru menjauh dari nilai-nilai yang kami harapkan," kata Titi di Jakarta.
Titi menambahkan, putusan MK ini mengancam hak suara para perantau khususnya mereka yang menemani orang sakit di luar kota, pelajar, dan pekerja informal.
Baca juga: Pemungutan Suara Pemilu 2019 di Luar Negeri Dimulai Hari Ini hingga 14 April
"Kami menyayangkan, pasca putusan MK yang terjadi adalah limitasi-limitasi," katanya.
Menurutnya, KPU bisa memberi tafsir lebih luas dari empat kondisi tertentu yang ditentukan MK. Sebab, perantau seperti mahasiswa, pendamping orang sakit, pekerja sektor informal merupakan kategori di luar kendali atas kehendak, dan kondisi yang diinginkan.