Suharso Manoarfa Ungkap Faktor Anjloknya Suara PPP di Pemilu 2019

Achmad Fardiansyah , Jurnalis
Kamis 18 April 2019 19:36 WIB
Suharso Manoarfa (Okezone)
Share :

JAKARTA – Perolehan suara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Pemilu 2019 menurun drastis. Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP, Suharso Monoarfa kaget dengan hasil tersebut. Menurutnya ada sejumlah faktor yang membuat Partai Kakbah terpuruk.

Dalam hasil hitung cepat atau quick count sejumlah lembaga survei, PPP hanya meraih suara di bawah 5 persen atau berada di urutan terbawah partai-partai yang diperkirakan lolos ke parlemen.

Quick count LSI Denny JA menyebutkan perolehan suara PPP berkisar 4,34 persen, sedangkan versi Hitung Cepat Litbang Kompas angkanya 4,60 persen.

Padahal di Pemilu 2014, PPP berhasil memperoleh 6,53 persen atau sebanyak 8.157.488 suara.

Suharso Monoarfa mengakui pada Pemilu kali ini, suara PPP banyak tergerus bahkan di daerah-daerah yang sebelumnya menjadi lumbung suara.

"Memang mengejutkan, termasuk kita dihabisin di daerah lumbung suara kita. Saya enggak tahu apa yang kita alami di lumbung suara kita," katanya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/4/2019).

Menurut Suharso, salah satu penyebab merosotnya suara PPP karena adanya praktik politik uang atau money politic di Pemilu 2019.

"Saya kira itu money politic luar biasa. Banyak di lumbung suara kami itu kan di mana-mana, mungkin kita semacam diadili lah oleh mereka," ujarnya.

Suharso juga tidak menampik kasus korupsi yang menjerat elite partainya juga berpengaruh kepada elektabilitas PPP, disamping kampanye hitam yang terus mendera partai tersebut.

Dalam lima tahun terakhir, sudah dua ketua umum PPP yang ditahan KPK karena korupsi. Pertama Suryadharma Ali. Terbaru Romahurmuziy alias Romi yang tersangka suap jual beli jabatan di Kementerian Agama.

Menurutnya kasus Romi jadi bahan kampanye bagi lawan untuk menggerus suara PPP.

"Termasuk kasusnya saudara Romi jadi titik masuk buat mereka,” kata Suharso.

Semula diperkirakan kasus Romi tidak banyak berpengaruh karena dia juga sudah mundur dari ketua umum. Tadinya kami pikir itu enggak akan terganggu sama sekali, tapi ternyata (kampanye hitam) begitu masif, terstruktur ke bawah," ujarnya.

Romahurmuziy (Okezone)

Selama ini daerah seperti Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta jadi salah satu basis suara PPP. Tapi kenyataannya pada Pemilu kali ini mulai tidak sesuai harapan.

"Di DKI, Banten dan Jawa Barat di Priangan Timur, di Tasik, Garut luar biasa lah, termasuk Jakarta,” katanya.

Suharso mengakui salah satu kampanye hitam paling masif menyerang PPP adalah labelisasi partai penista agama. Ini tak lepas dari sikap politik PPP di Pilgub DKI Jakarta 2017 yang mendukung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Saat itu, Ahok sebagai petahana gubernur elektabilitasnya tak terkalahkan. Namun, setelah dia mendeklarasikan diri maju, muncullah kasus penistaan agama yang memicu demo besar-besaran dan kecaman lawan politik. Elektabilitas Ahok pun terpuruk dan kalah di Pilgub.

Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (Okezone)

PPP kena imbas karena dituduh sebagai pendukung penista agama. Menurut Suharso tuduhan itu terus dimainkan oknum lawan politik untuk menggerus suara PPP yang selama ini sangat besar di kalangan umat islam.

“Tetap masih melekat partai penista agama dimainkan terus oleh mereka," ucapnya.

"Jadi saya ingin mengatakan bahwa sampai segitunya kebenciian dirasakan publik. Itu kan salah. Ya, tapi kita akan berhitung kepada mereka dan kita bisa tahu siapa yang sebenarnya sedang menantang asap."

(Salman Mardira)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya