KUPANG - Meskipun sedang menjalani ibadah puasa, Wahab Sidin (51) seorang warga binaan penghuni lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 2A Kupang tetap tersenyum.
Bersama puluhan rekan lainnya, seorang yang saban hari berprofesi sebagai nelayan sebelum mendekam dibui itu bercengkerama di sebuah musala yang ada persis di tengah komplek rutan itu.
"Memang kita harus tetap tersenyum, karena senyum itu bisa membahagiakan kita dan orang lain," ungkapnya spontan saat ditemui dan diajak berkisah di siang yang mendekang itu.
Dia mengatakan hidup ini terus berjalan, dan karena itulah harus dinikmati apapun kondisinya.
"Saya awal ditangkap dan ditahan di Pol Air Kupang saya memang merasa terpukul, tetapi sekarang saya sudah sadar bahwa inilah jalan hidup saya. Ya, demi para nelayan lain agar bisa lebih baik," katanya tanpa berceritera detail soal kasusnya.
Wahab Sidin adalah salah seorang pengurus organisasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Kupang. Dia divonis bersalah memalsukan sejumlah dokumen dan diberikan kepada sejumlah nelayan untuk kepentingan pengembangan skill para nelayan.
(Bac Juga: Cerita Pedagang Takjil di Masjid Cut Meutia Raup Rp1,5 Juta per Hari)
"Saya sudah menjadi tumbal bagi para nelayan. Saya ikhlas asalkan para nelayan di Kupang bisa terus mendapatkan pelatihan untuk kembangkan skill dan kemampuannya," katanya.
Lagi-lagi Wahab Sidin tak detail berceritera terkait kasus yang dialaminya yang menghantarkannya harus menjalani hukuman 1 tahun 3 bulan dalam jeruji besi Lapas Dewasa Kelas 2A Kupang.
"Ini puasa saya pertama dan saya merasa ada yang hilang, namun ada yang berubah," katanya.
Ada yang hilang katanya adalah kebersamaan dan kebiasaannya menjalankan ibadah puasa bersama keluarganya.
"Ya, kalau biasanya ibadah puasa saya dengan keluarga, kali ini saya harus berpuasa dengan teman-teman sepenangungan di lapas ini," katanya.
Sedangkan ada yang berubah, lanjut dia, bahwa dengan hukuman yang dijalaninya, ibadah puasa bisa dilaksanakan dengan lebih tawakal.
Dia mengaku lebih mendekatkan dirinya dengan Allah dalam doa-doanya. Lebih merasa kecil dan sangat berdosa. "Ya kita lebih khusuk berdoa, berbeda dengan kalau di luar sana. Ya, mungkin karena sedang menjalani cobaan jadi berubah," katanya.
(Baca Juga: Melongok Uniknya Buka Puasa di Klenteng Kim Tek Le Glodok)
Namun demikian, dia berikhtiar untuk membawa pengalaman ini akan saat lepas dari hukuman nantinya. Hidup lebih dekat dengan Allah dalam doa-doa, akan semakin memberikan kesegaran baru bagi setiap kita dalam menata hidup ke depan.
"Semoga jalan ini menjadikan saya bisa lebih baik ke depan. Ramadan telah membuatnya berserah diri hanya kepada Allah dan mengakui semua dosa dan kesalahannya," katanya santai.
Dia juga berharap akan mendapatkan remisi khusus hari raya di Idul Fitri 1440 Hijriah nanti.
"Semoga dapatkan remisi dan akan menjadi jalan berkah bagi saya," katanya.
(Khafid Mardiyansyah)